Terkait perkara yang
teregistrasi Nomor 24/PHP.BUP-XIX/2021 ini, Manahan mengatakan terhadap dalil
adanya NIK siluman dan daftar pemilih tetap (DPT) ganda, Mahkamah berpendapat
dugaan mengenai DPT tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan
Putusan MK Nomor 85/PUU-X/2012 bertanggal 13 Maret 2013,yang intinya menyatakan
hal demikian berkaitan dengan pengelolaan data kependudukan yang masih belum
selesai. Pada perkara a quo, ketidakcocokan data ini telah diklarifikasi
Kepala Dinas Dukcapil Kabupaten Malaka.
Mahkamah pun telah
melakukan pencermatan terhadap persoalan rekayasa DPT ini. Mahkamah mendapati
secara umum Pemohon mendalilkan rekayasa DPT tersebut dimaksudkan agar pemilih
dapat memilih lebih dari satu kali dan agar terjadi penggelembungan suara pada
paslon tertentu. Dari beberapa sampel kasus yang didalilkan Pemohon terkait
dengan pemilih dapat memilih lebih dari satu kali, tidak dibuktikan dengan
bukti yang cukup serta meyakinkan jika hal tersebut benar terjadi.
“Pemohon hanya menghadirkan
bukti berupa Model A.3 KWK, Model C Daftar Hadir Pemilih Tambahan untuk
beberapa TPS, Model C. Hasil Salinan-KWK, Hasil Sinkronisasi DPT dengan Data
Base Kependudukan, DPT Berbintang, dan Surat Keterangan Penduduk Desa. Sehingga
Mahkamah tidak dapat mengetahui secara pasti apakah pemilih yang namanya
disebutkan oleh Pemohon tersebut menggunakan hak pilihnya ataukah tidak,” sebut
Manahan dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi
hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK.
Suket dan KTP-el
Berikutnya Hakim Konstitusi Saldi melanjutkan membacakan pertimbangan hukum Mahkamah bahwa sehubungan dengan dalil adanya penerbitan suket dan KTP-el oleh Termohon (KPU Kabupaten Malaka) sejumlah 328 lembar yang tersebar di 12 kecamatan. Mahkamah berpendapat Pemohon tidak menguraikan keterkaitan penerbitannya dengan penggunaan KTP elektronik (KTP-el) dengan perolehan suara masing-masing pasangan calon. Selain itu, sambung Saldi, Pemohon juga tidak menguraikan dengan jelas apakah digunakan pemilih untuk memilih salah satu pasangan calon. Kendati digunakan, Pemohon tidak dapat membuktikan kebenaran dari penyalahgunaan Suket dan KTP-el oleh pemilih.
“Andaipun Suket dan
KTP-el digunakan oleh pemilih dalam rangka menggunakan hak pilihnya, hal
tersebut diperbolehkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XVII/2019
bertanggal 28 Maret 2019. Oleh karena itu, mengenai penerbitan Suket yang
tersebar di 12 kecamatan sebelum hari pemungutan dan penggunaan KTP Elektronik
pada TPS di 12 kecamatan di Kabupaten Malaka tidak beralasan menurut hukum,”
tegas Saldi dalam sidang yang dihadiri para pihak secara virtual dari kediaman
masing-masing.
Putusan Pengadilan
Sementara itu, terkait
dengan dalil politik uang Mahkamah pada sidang terdahulu telah terungkap jika
permasalahan ini telah diputus melalui Putusan Pengadilan Negeri Atambua. Pada
intinya, sambung Saldi, terdakwa Yohanes Bria Klau (tim pemenang Paslon Nomor
urut 02 Stefanus Bria Seran dan Wendelinus Taolin) terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana politik uang. Selain itu, putusan
pengadilan tersebut juga dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Kupang.
Namun Pemohon masih keberatan
dengan putusan tersebut karena belum berkekuatan hukum tetap dan sedang dalam
proses kasasi. Atas hal ini, Mahkamah menemukan fakta salah satu pertimbangan
yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Tinggi Kupang meskipun belum berkekuatan
hukum tetap, putusan demikian telah mempertimbangkan dengan jelas terkait
dengan kedudukan terdakwa Yohanes Bria Klau.
“Berdasarkan
pertimbangan tersebut Mahkamah berpendapat dalil Pemohon mengenai adanya
praktik politik uang yang dilakukan oleh Pasangan Calon Nomor 1 Simon Nahak dan
Louise Lucky Taolin yang menjanjikan untuk memberikan gaji bagi para pemangku
adat atau fukuh jika memilihnya, tidak beralasan menurut hukum,” ucap Saldi.
Sebelumnya, Pemohon
mengatakan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Malaka Nomor Urut 1
menjanjikan memberikan gaji bagi para pemangku adat apabila memilih paslon tersebut.
Atas kejadian ini, Pemohon tidak melihat Bawaslu memberikan peringatan dan
cenderung membiarkan peristiwa tersebut terjadi begitu saja. Menurut Pemohon
kasus politik uang demikian seharusnya diberikan sanksi administrasi berupa
pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah sesuai dengan ketentuan
Pasal 73 ayat (1) dan ayat (2) dan dapat dipidanakan berdasar Pasal 187a UU
Nomor 10 Tahun 2016.
Di samping itu, Pemohon
juga mendalilkan telah terjadi pelanggaran yang bersifat sistematis
berupa pencantuman pemilih siluman dalam daftar pemililih tetap (DPT). Hal ini
ditemui pihaknya dalam jumlah yang cukup besar dan tersebar pada hampir seluruh
TPS di 12 kecamatan di Kabupaten Malaka dengan menggunakan beberapa modus, di
antaranya Termohon memodifikasi identitas pemilih siluman, seperti Nama, NIK,
NKK, tanggal dan bulan lahir, serta alamat. Untuk itu, dalam petitumnya,
Pemohon meminta agar pihaknya ditetapkan sebagai pemenang dan mendiskualifikasi
Paslon Nomor Urut 1 Simon Nahak dan Louise Lucky Taolin. (*)
Penulis
: Sri Pujianti
Editor
: Lulu Anjarsari
Pengunggah
: Rudi
Referensi Berita:
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17170&menu=2
Dinamika Tim Kerja: Kompak dan Kolaborasi
Sajak Akar Rumput, Rumput Mengajarkan Kita Filosofi Hidup