Pemakaman Langit, Ritual Membiarkan Jenazah Dimakan Burung Bangkai di Tibet

Pemakaman Langit, Ritual Membiarkan Jenazah Dimakan Burung Bangkai di Tibet

Ritual pemakaman langit ala penduduk Tibet. Foto: Shutterstock


Setapak rai numbei - - Ritual pemakaman merupakan momen penghormatan terakhir untuk melepas kepergian orang-orang terkasih. Di berbagai belahan dunia, ritual pemakaman tidak hanya dilakukan dengan menguburkan orang yang telah meninggal dunia, tetapi ada pula ritual pemakaman unik yang tak biasa.

Seperti halnya penduduk Tibet yang punya ritual pemakaman unik yang terbilang ekstrem, yaitu Sky Burial atau pemakaman langit.

 

Ritual pemakaman langit ala penduduk Tibet. Foto: Shutterstock

Dilansir Atlas Obsucra, ritual pemakaman langit merupakan ritual unik yang tak biasa, bahkan dirasa kurang manusiawi. Sebab, jenazah orang yang sudah meninggal akan dijadikan santapan burung-burung besar.


Tradisi yang juga disebut 'bya gtor' atau Jhator yang berarti 'sedekah untuk burung' ini biasa dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di Provinsi Qinghai, Tibet, Mongolia Dalam, dan Mongolia.


Sebagian besar masyarakat Tibet dan Mongolia beragama Buddha Vajrayana, mereka percaya ajaran perpindahan roh atau reinkarnasi. Atas dasar itu, mereka menganggap tubuh manusia tidak perlu dipertahankan.


Prosesi Pemakaman Langit

Ilustrasi tengkorak. Foto: Shutterstock


Sebelum jenazah dimakan oleh burung, proses pertama dilakukan ketika pagi hari sebelum fajar. Para rahib atau biasa disebut lama akan memanjatkan doa di sekitaran jenazah sambil membakar kemenyan.


Sumber lain menyebutkan jenazah dibiarkan selama tiga hari terlebih dahulu, baru kemudian didoakan. Setelah itu, jenazah dimandikan dan rambut di sekujur tubuh dicukur habis, kemudian dibalut dengan sehelai kain putih dengan posisi telungkup.


Jenazah dibawa ke atas bukit dan dilepas pakaiannya. Puncak gunung tempat berlangsungnya tradisi ini juga dipercaya sebagai jalan masuk menuju nirwana.


Selanjutnya proses mutilasi pun dimulai oleh Rogyapas atau pemecah tubuh, pemotongan pertama dilakukan pada punggung menggunakan kapak dan parang. Untuk bagian tulang, daging dan organ dalam dipisahkan.


Tulang kemudian dihancurkan dan dicampur dengan tsampa atau tepung barley panggang. Namun, ada juga yang mengatakan jika dicampur dengan mentega yak dan ditambah dengan campuran lainnya.


Selanjutnya, campuran tulang itu di sebar ke tanah dan tinggal menunggu burung nazar datang. Setelah tulang, selanjutnya organ dalam dan daging juga diberikan kepada burung tersebut. Sedangkan bagian tengkorak kepala dibawa pulang untuk dijadikan cangkir minuman.


Jenazah Dibiarkan Dimakan Burung Nazar

Burung nazar memakan bangkai sapi yang mati yang terletak di lumpur Danau Ngami, Botswana, yang terkena dampak kekeringan . Foto: AFP/MONIRUL BHUIYAN


Ketika proses ini berlangsung, para lama dari biara setempat membacakan naskah-naskah suci guna membebaskan roh yang sudah mati dari penebusan dosa. Ada pula guru pemakaman langit yang meniup terompet tanduk, menyulut api murbei untuk mengundang burung nazar.


Selain itu, pemberian 'bahan tambahan' tersebut dilakukan untuk mengantisipasi jika jenazah dahulu semasa hidupnya banyak mengkonsumsi jamu-jamuan. Pemberian bahan tersebut juga dilakukan untuk menyamarkan aroma obat, karena dikhawatirkan burung-burung tersebut tidak menyukainya.


Sedangkan jenazah dimutilasi agar burung-burung bisa memakannya dengan mudah, sebab jika sayatan tidak benar iblis-iblis akan datang merebut roh jenazah.


Namun, jika tulang-tulang masih tersisa biasanya akan ditumbuk lagi hingga halus dan diberikan ke burung yang berukuran lebih kecil.


Burung nazar sendiri adalah burung bangkai atau masyarakat setempat biasa menyebutnya burung Dakini yang diyakini reinkarnasi dari malaikat. Merekalah yang akan mengambil arwah jenazah dan mengantarnya ke surga.

 

Ilustrasi penduduk Tibet. Foto: Shutter Stock

Meski demikian, tak sembarang orang yang bisa dimakamkan dengan cara ini. Hanya mereka yang tidak berusia di bawah 18 tahun, wanita hamil dan yang meninggal karena penyakit atau kecelakaan.

Tak hanya sampai di situ, kondisi geografis di Tibet juga membuat mereka yang sudah meninggal kesulitan untuk 'diletakkan di mana'.


Wilayahnya yang berbukit dan berbatu tentunya tak bisa dijadikan lahan pekuburan, lapisan tanahnya saja hanya 2 sentimeter hingga 20 sentimeter.

Jika ingin dikremasi untuk menemukan kayu bakar juga sulit, apalagi membiarkan jenazah begitu saja tak mungkin dilakukan karena bisa menimbulkan penyakit.


Oleh sebab itu, pemakaman dengan cara ini berfungsi untuk membuang sisa tubuh manusia melalui kebaikan, yaitu dengan cara memberikan makan daging manusia untuk burung. Selain itu juga dianggap menyelamatkan hewan-hewan yang diberi makan.

***

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama