Hakikat Devosi Menurut Ajaran Gereja Katolik (Refleksi atas Kajian Modul Ajaran Sosial Gereja 3)

Hakikat Devosi Menurut Ajaran Gereja Katolik (Refleksi atas Kajian Modul Ajaran Sosial Gereja 3)

Seorang devosional  yang benar mampu menganalisa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berdevosi khususnya masalah-masalah serta bahaya-bahaya devosi yang tidak benar sehingga tidak sekedar berdevosi atau ikut arus dalam berdevosi.


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Devosi adalah suatu sikap bakti yang berupa penyerahan seluruh pribadi kepada Allah dan kehendak-Nya sebagai perwujudan cinta kasih, Atau yang lebih lazim: devosi adalah kebaktian khusus. kepada berbagai misteri iman yang dikaitkan dengan pribadi tertentu: devosi kepada sengsara Yesus, devosi kepada Hati Yesus, devosi kepada Sakramen Mahakudus, devosi kepada Maria, dan lain-lain.

Semua devosi harus disetting sedemikian rupa sehingga serasi dengan liturgi kudus: sesuai dengan rnasa liturgi, bersumber pada liturgi, dan mengantarumat kepada liturgi, sebab menurut hakekatnya liturgi jauh mengungguli semua bentuk devosi (lihai KL13). Di sini saya akan mengkaji hakikat Devosi dan Klasifikasi Jenis-jenis Devosi

 

Hakikat Devosi

Berbicara tentang hakikat devosi, secara beruntun akan diuraikan tentang konsep pengertian devosi, wujud devosi, hubungan devosi dengan liturgi Gereja dan teologi devosi.

1.     Pengertian Devosi

Istilah kata “devosi” berasal dari bahasa Latin devotio (dari kata kerja devovere), yang berarti kebaktian, pengorbanan, penyerahan, sumpah, kesalehan, cinta bakti. Jadi devosi berhubungan dengan sikap hati dan perwujudannya, dalam mana seorang mengarahkan diri kepada seorang atau sesuatu yang dijunjung tinggi dan dicintai. Sedangkan dalam tradisi Kristiani, devosi biasa dipahami sebagai bentuk penghayatan dan pengungkapan iman Kristiani di luar liturgi resmi. Devosi lebih merupakan praktek ungkapan iman umat yang spontan dan lebih bebas serta dapat dibawakan, baik secara pribadi maupun bersama. Dalam liturgi resmi, Gereja mengungkapkan dan melaksanakan dirinya secara resmi. Maka devosi harus bersumber pada liturgi dan mengantar umat kepada liturgi, sebab menurut hakekatnya, liturgi jauh mengungguli semua bentuk devosi.

Devosi sangat dianjurkan Gereja. Devosi berhubungan dengan pancaran dan konkretisasi iman dan liturgi dalam kehidupan sehari-hari. Devosi mengalir dari rasa dan pengalaman religius umat dan merangkum seluruh segi kehidupan manusia. Apa yang tidak tertampung dalam liturgi resmi dapat ditemukan dalam praktek devosi umat. Apabila liturgi resmi dialami sebagai sesuatu yang rutin, resmi, kering dan kaku, devosi bisa dihayati umat beriman sebagai sesuatu yang memenuhi kebutuhan afeksi, emosi, dan kerinduan hati. Devosi umat merupakan praktek keagamaan popular yang mudah diterima, dipahami dan dilaksanakan oleh umat.

 

2.     Wujud Devosi

Wujud devosi adalah media yang mengungkapkan adanya devosi. Wujud itu meliputi: tata gerak, teks dan rumusan, nyanyian dan musik, patung kudus, tempat kudus dan saat kudus. Oleh karena perlu dipahami wujud dari devosi antara lain:

·        Devosi meliputi beragam simbol ragawi dan simbol lainnya, seperti: mencium atau menyentuh patung/gambar, tempat kudus, relikui, dan barang-barang kudus lainnya; ziarah dan prosesi; berjalan dengan tanpa alas kaki atau berjalan dengan berlutut; berlutut atau meniarap; mengenakan medali dan lencana. Tata gerak dan simbol-simbol itu merupakan cara langsung dan jelas untuk mengungkapkan semangat dan komitmen umat beriman kepada hidup Kristiani.

·        Devosi mempunyai teks dan rumusan-rumusan doa yang hendaknya diilhami oleh Kitab Suci, Liturgi Kudus, Ajaran Gereja serta selaras dengan iman Gereja Katolik.

·        Nyanyian dan musik mempunyai peran penting dalam devosi umat beriman.

·        Patung dan gambar kudus memainkan peranan penting dalam devosi umat beriman. Patung dan gambar kudus membantu umat beriman dalam menghayati misteri-misteri iman Kristiani.

·        Tempat yang umum untuk devosi adalah gedung gereja, kapel, tempat ziarah.

·        Waktu-waktu untuk melakukan devosi-devosi itu ditetapkan/dipandang sebagai waktu-waktu yang kudus (bdk. DKUL 20). Sejumlah devosi dilaksanakan seiring dengan siklus tahun liturgy.

 

3.     Hubungan Devosi dan Liturgi

Devosi-devosi yang berkembang di dalam kegiatan menggereja janganlah menggantikan liturgi, namun justru sedikitnya bersumber, menunjang, mengantar dan melanjutkan liturgi Gereja. Katekismus Gereja Katolik menjelaskannya sebagai berikut:

“Bentuk-bentuk pernyataan ini melanjutkan kehidupan liturgi Gereja, tetapi tidak menggantikannya. Sambil mengindahkan masa-masa liturgi, ulah kesalehan itu perlu diatur sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan liturgi suci; sedikit banyak harus bersumber pada liturgi, dan menghantar umat kepadanya; sebab menurut hakikatnya liturgi memang jauh lebih unggul dari semua ulah kesalehan itu.” (KGK 1675, mengutip SC 13.)

Devosi dan liturgi adalah bentuk doa yang berlaku sah dalam Gereja Katolik. Selain liturgi, Gereja juga mengenal bentuk doa devosi. Orang kristen memang dipanggil untuk berdoa bersama tetapi juga secara pribadi. Injil Mateus 6: 6 misalnya jelas mengungkapkan bagaimana doa pribadi harus dilaksanakan, ”Jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi”. Devosi sebagai doa pribadi tentu mengakar pada ide ayat ini. Bahkan menurut amanat Rasul Paulus orang kristen harus berkanjang dalam doa. Jadi yang paling penting dipegang ialah devosi itu adalah bentuk doa sebagaimana juga liturgi adalah bentuk doa. Kedua bentuk doa ini sama-sama mengungkapkan iman dan kebaktian khas Katolik. Dengan demikian keduanya diakui sebagai bentuk doa orang beriman. Keduanya saling melengkapi, tidak ada pertentangan di dalamnya. Roh Kudus juga bekerja di dalam devosi. Karena itu Konsili Vatikan II tetap mengarahkan agar devosi itu mengalir dari dan untuk liturgi. Apa yang dirasakan tidak tertuangkan dalam liturgi dapat dilengkapi dalam devosi. Apa yang dirasakan kurang dalam devosi disempurnakan dalam liturgi. Dengan demikian kedua bentuk doa ini sungguh dapat menyuburkan iman umat. Dan iman yang subur itu ditampakkan dalam kehidupan. Karena itu pada tahun 1988, peringatan 25 tahun SC, almarhum Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostolik Vicesimus Quintus Annus (VQA) mengharapkan devosi tetap dipelihara dan dihargai. “Devosi yang merakyat ini tidak boleh diabaikan atau diperlakukan dengan acuh tak acuh atau malah diremehkan, karena devosi-devosi itu kaya akan nilai, dan kegiatan itu sendiri mengungkapkan sikap religius terhadap Allah” (no. 18). Paus ini amat yakin devosi dan liturgi sama-sama mengembangkan kehidupan rohani dan memperdalam iman umat.

 

4.     Teologi Devosi

Misteri kehadiran Sang Sabda yang mau menjadi manusia menyatakan penerimaan Allah terhadap seluruh dimensi kehidupan manusia. Melaluimisteri inkarnasi dan penjelmaan-Nya, Tuhan Yesus Kristus mengangkatseluruh kemanusiaan kita dengan segala budaya dan ungkapannyasebagai medan dan sarana perjumpaan kita dengan Allah. Roh Kudus selalu mengantar manusia kepada Allah, (Rom 5:5, Yoh 14:26, Rom8:15).

Devosi itu menampilkan sisi pemahaman dan penghayatan iman umat yang beragam. Secara teologis, dalam devosi bukan cara atau teknik ungkapan iman yang paling menentukan, tetapi isi iman. Isi iman itubarangkali dipahami dan dihayati menurut ‘taraf rakyat’ dan bukan ‘taraf  teolog’, akan tetapi bisa sungguh-sungguh mengungkapkan kepercayaan total dan tanpa syarat kepada Allah sendiri.

 

Klasifikasikan jenis-jenis Devosi

Ungkapan khas kesalehan umat Katolik adalah aneka ulah kesalehan, yang sangat berbeda satu sama lain dalam hal asal dan isi, bahasa dan gaya, tata cara dan pelaksana/penghayatannya (bdk. DKUL 70). Devosi dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) devosi yang berhubungan dengan aspek tertentu dengan pribadi-pribadi Allah, 2) devosi kepada Maria Ibu Yesus dalam sejumlah aspek yang biasanya terungkap dalam gelar-gelar yang diberikan kepadanya, 3) devosi kepada Orang Kudus (Santo-Santa dan Beato-Beata) dan 4) devosi kepada orang beriman yang sudah meninggal (arwah) (bdk. DKUL 8 dan 84).

1.     Devosi yang terkait dengan aspek tertentu dengan pribadi-pribadi Allah

Dalam perjalanan sejarah Gereja Katolik, muncul sejumlah devosi kepada aspek-aspek merujuk pada pribadi-pribadi Allah, Contohnya: devosi Kerahiman Ilahi, devosi kepada Tubuh dan Darah Kristus, devosi kepada Sakramen Mahakudus, devosi kepada Darah Mulia Kristus, devosi kepada Hati Kudus Yesus, devosi kepada Yesus yang bersengsara, devosi kepada Yesus sebagai Raja, devosi kepada Roh Kudus, devosi kepada Tritunggal Mahakudus, dan lain-lain.

2.     Devosi kepada Maria bunda Yesus

Devosi kepada Maria merupakan devosi yang sangat familier dalam Gereja Katolik. Devosi ini merupakan ungkapan kekaguman, penghormatan, dan cinta umat beriman kepada Bunda Maria, seraya memohon doa darinya untuk Gereja yang sedang dalam perziarahan di dunia.

 Devosi Marial (hyperdulia) adalah seluruh kebaktian kepada Maria Ibu Yesus dari Nazaret dalam bentuk puji-pujian, kagum, hormat dan cinta dengan meneladani cara hidupnya sambil memohon bantuan pengantaraan doanya bagi Gereja yang masih sedang dalam perjalanan ziarah menuju persatuan dengan Allah di tanah air surgawi (bdk.LG No. 66) Setelah mendapat khabar gembira dari Malaikat Tuhan (Lukas 1:26-38), Maria amat bersukacita dan bernubuat: "Yes, from this day forward all generations will call me blessed, for the Almighty has done a great things for me" (Lukas 1:48).

Secara singkat kita dapat menyebut beberapa alasan pokok mengapa Maria dapat dihormati khusus dan dapat dimintakan pengantaraan doanya oleh umat beriman:

·        Pertama, Maria dipilih Tuhan secara istimewa untuk menjadi Bunda Tuhan Yesus Kristus juru selamat manusia. Pemilihan yang istimewa ini sangat dirasakan akibatnya yang membahagiakan oleh Gereja sepanjang masa.

·        Kedua, seperti yang dijelaskan oleh Lumen Gentium No.62, keibuan Maria dalam tata rahmat berlangsung terus tanpa putus, mulai dari persetujuan yang diberikannya dengan setia pada saat menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel dan yang dipertahankannya tanpa ragu sampai di kaki salib sampai kepada kesempurnaan abadi semua orang beriman. Karena setelah diangkat ke surga, Maria tidak meninggalkan tugas ini, melainkan melanjutkannya melalui peraantaraan limpah dengan memberikan kita anugerah keselamatan abadi. Hal itu menunjukkan bahwa peran Maria dalam tata penyelamatan tetap aktual sepanjang sejarah Gereja tanpa terhenti oleh hilangnya Maria secara fisik dari panggung sejarah dunia. Karena itu Maria sungguh melebihi segala makluk di surga maupun di bumi, dan keunggulan ini sekaligus menjadi alasan bagi umat beriman untuk memuji, mencinta khusus, mengagumi dan menghormati Maria sambil meneladani dan memohon bantuan pengantaraan doanya pada Allah.

Berdevosi kepada Bunda Maria adalah pembaktian diri atau menghayati cara hidup Maria sebagai perwujudan cinta kasih kita kepadanya. Terdapat berbagai metode untuk berdevosi kepada Bunda Maria yaitu: mencontohi Bunda Maria, puja puji kepada Bunda Maria, dan memohon bantuan pengantaraan doa Maria. Pengantaran doa dapat kita lakukan dengan berdoa Salam Maria, berdoa Rosario setiap hari, juga berdoa bersama Bunda Maria. Melalui pengantaran doa tersebut, kita memohon kepada Bunda Maria untuk menyampaikan doa-doa kita kepada Putranya yang terkasih, karena tidak ada satupun permintaan BundaNya yang akan ditolak olehNya.3 Dengan kata lain, peran Maria dalam rencana keselamatan bersifat tetap, ia tidak hanya berperan dalam kedatangan pertama-Nya sebagai Yesus Kristus, tetapi juga kedatangan-Nya setiap hari secara Rohani bahkan sampai akhir zaman. Seperti kata Santo Montfort, Maria akan terus ‘melahirkan’ Putranya dalam diri kita sebagai karya dari Roh Kudus. Akan tetapi perlu ditekankan kembali bahwa guru kita yang utama adalah Roh Kudus sendiri, sehingga Maria merupakan perantara atau ‘asisten’-Nya.1 Oleh karena itu, sebagai umat Katolik, kita harus bangga mempunyai Bunda seperti Bunda Maria yang selalu menyampaikan doa-doa kita kepada Tuhan kita, Yesus Kristus.

 

3.     Devosi kepada Santo-Santa dan Beato-Beata

Sudah sejak abad-abad pertama, Gereja Katolik menghormati orang-orang kudus. Para kudus adalah semua orang beriman yang telah mulia di surga. Meskipun mereka itu bisa saja orang tua atau saudara kita sendiri, tetapi Gereja hanya memasukkan nama orang-orang kudus yang secara resmi telah diakui Gereja dalam penanggalan liturgi, yaitu para santo-santa, beato-beata. Para kudus ini bagaikan mozaik indah yang dengan keunikannya masing-masing tetap bersama-sama menampakkan wajah Kristus Tuhan kita.

Gereja menghormati orang-orang kudus dengan maksud agar bersama mereka memuliakan buah penebusan Kristus yang telah dinikmati para kudus, memohon bantuan doa para kudus di surga, dan meneladan orang-orang kudus itu dalam hidup beriman di dunia ini.

Renungan Bulan Maria & Bulan Katekese Liturgi 57 Gereja mengakui bahwa penghormatan kepada orang kudus, yaitu santo-santa dan beato-beata, merupakan bentuk penghormatan paling menonjol yang dapat diberikan oleh jemaat gerejawi (bdk. Direktorium 227). Alasan adanya (raison d’être) penghormatan para kudus adalah untuk menggarisbawahi perwujudan konkret rencana keselamatan Allah dan memberitakan karya ajaib Kristus dalam diri para hambaNya. (bdk. Direktorium 229).

 

4.     Devosi kepada Orang yang Sudah Meninggal

Selain devosi diuraikan di atas, berkembang juga di kalangan umat beriman katolik penghormatan kepada orang-orang yang sudah meninggal (arwah). Penghormatan kepada orang yang sudah meninggal bukan seperti penghormatan kepada orang-orang kudus yaitu memohon bantuan atau pertolongan, tetapi karena ungkapan rasa cinta, sayang dan hormat kepada sanak familiy yang telah meninggal dunia, maka anggota keluarga yang masih hidup terus memohonkan kerahiman Allah. Tujuannya adalah agar Allah membebaskan mereka sesegera mungkin dari proses pemurnian di api penyucian atau purgatorium atas dosa yang mereka perbuat.

 

Saya sebagai guru agama katolik berdasarkan pengalaman iman memahami dan mengalami sendiri tentang Devosi yang umum dikenal dan dilakukan dalam gereja Katolik adalah devosi dalam bentuk doa-doa. Umat Katolik biasanya melakukan devosi tersebut pada waktu-waktu khusus sebagai bentuk penghormatan kepada Karunia Allah. Berikut ini 5 jenis devosi yang biasa dilakukan dalam gereja Katolik.

1.     Jalan Salib

Jalan salib merupakan salah satu jenis Devosi yang biasa dilakukan pada masa prapaskah. Dengan melakukan Jalan Salib, umat Katolik ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh Yesus saat memanggul salib ke Bukti Golgota. Jalan salib tersebut sering juga disebut sebagai proses mengenang Kisah sengsara Yesus Kristus dalam menebus dosa manusia.

2.     Adorasi Sakramen Maha Kudus

Adorasi Sakramen Maha Kudus juga menjadi salah satu Devosi dalam agama Katolik yang rutin dilakukan oleh umat. Devosi tersebut dilakukan dengan cara bersujud kepada Sakramen Maha Kudus sambil merasakan kehadiran Yesus Kristus dalam Hosti yang sudah dikonsekrasi. Pada Umumnya adorasi Sakramen Maha Kudus dilakukan setelah perayaan Ekaristi selesai dilakukan.

3.      Devosi Kepada Bunda Maria

Devosi kepada Bunda Maria dan orang kudus lainnya juga menjadi salah satu Devosi dalam gereja Katolik. Deposi tersebut dilakukan dengan cara seperti doa Rosario, dan doa lainnya. Sasaran utama dalam devosi ini adalah kepada Tuhan. Bunda Maria dan orang kudus lainnya dijadikan sebagai pengantara agar doa-doa tersebut dikabulkan oleh Tuhan.

4.      Ziarah Rohani

Ziarah Rohani juga menjadi salah satu Devosi dalam agama Katolik, karena ziarah merupakan suatu fenomena religius. Orang- orang Katolik melakukan ziarah ke tempat- tempat yang telah dikuduskan, contohnya tempat munculnya air suci, tempat penampakan Bunda Maria, dan yang lainnya. Ziarah sangat bermanfaat mendekatkan kita kepada Yesus Kristus.

5.     Novena

Novena juga menjadi salah satu jenis devosi dalam Katolik. Novena merupakan doa yang didaraskan selama 9 hari berturut-turut agar doa permohonan dikabulkan oleh Tuhan. Bentuk-bentuk novena yang banyak dilakukan umat Katolik seperti Novena Tiga Salam Maria, Novena Kanak-kanak Yesus, Novena Kepada Hati Kudus Yesus, dan yang lainnya.

 

 

1.    Refleksi/ Pemaknaan atas Hasil Kajian Modul (penerapan dalam tugas profesional sebagi guru PAK)

Spiritualitas bukan terbatas pada liturgi. Devosi sungguh dapat menyuburkan iman, memupuk cita rasa religius dalam pelbagai situasi hidup umat. Melalui devosi, rahmat Allah semakin dapat menyentuh hati dan perasaan umat secara mendalam (men-dekatkan manusia dengan Allah – membangun jemaat – meningkatkan iman pribadi – mengembangkan liturgi). Cita rasa religius ini semestinya sepadan dengan ajaran res-mi Gereja. Disebut demikian karena devosi dapat juga menimbulkan masalah dan kesulitan bahkan bahaya yang mengancam kehidupan beriman. Misalnya, devosi yang terlalu menonjolkan unsur subyektif dapat mengaburkan kesatuan iman pribadi da-lam kebersamaan iman Gerejani; bila devosi terlalu banyak dikuasai oleh emosi dan afeksi; bila devosi menjerumuskan orang ke tindakan berbau tahyul dan magis.

Karena itu almarhum Paus Yohanes Paulus II dalam surat apostoliknya yang telah dikutip di atas mengingatkan, ”Devosi-devosi itu perlu terus menerus diinjili, sehingga iman yang diungkapkan di dalamnya dapat menjadi tindakan yang semakin matang dan benar. Baik ulah kesalehan umat kristen maupun bentuk-bentuk devosi lainnya baik dan dianjurkan oleh Gereja, asal semua itu tidak menggeser atau merongrong pe-rayaan-perayaan liturgis. Suatu pendidikan liturgi yang sungguh pastoral akan me-ningkatkan kekayaan dari kesalehan umat itu, sambil memurnikan dan mengarah-kannya kepada liturgi sebagai persembahan umat” (VQA, 18). Paham ini sebenarnya sudah dicetuskan dalam dokumen Sacrosanctum Concilium no. 13 dengan mengatakan, “ ... ulah kesalehan itu perlu diatur sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan Liturgi suci; sedikit banyak harus bersumber pada Liturgi, dan menghantar Umat kepadanya; sebab menurut hakekatnya Liturgi memang jauh lebih unggul dari semua ulah kesalehan itu.” Usaha pastoral yang harus kita upayakan ialah memelihara devosi yang menyuburkan kehidupan rohani; memisahkan gandum dari lalang sehingga iman sejati tetap hidup.

Devosi itu hendaknya diupayakan bercorak biblis, liturgis, ekumenis, dan antropologis. Liturgi sendiri semestinya semakin memperhatikan cita rasa budaya umat setempat. Logika dan intelektualitas liturgi semestinya memberi ruang bagi afeksi dan emosi. Serentak pula afeksi dan emosi dalam devosi mengin-dahkan logika dan intelektualitas liturgi. Dengan demikian devosi dan liturgi beserta persamaan dan perbedaan merupakan harta rohani Gereja sejati. Devosi bukanlah kebaktian untuk kaum awam atau liturgi untuk kaum klerus, melainkan devosi dan liturgi adalah kebaktian untuk kaum awam dan kaum klerus. Baik devosi maupun liturgi keduanya menjadi sumber kekuatan batin bagi setiap orang beriman.

Adapun manfaat yang saya peroleh setelah mempelajari Modul tentang Devosi Umat yakni menguasai hakikat dasar devosi, mengklasifikasi jenis-jenis devosi , menerapkan devosi yang benar di kalangan umat khususnya bagi peserta didik dan menganalisis hal-hal yang harus diperhatikan dalam berdevosi khususnya masalah-masalah serta bahaya-bahaya devosi yang tidak benar sesuai fakta di lapangan.

Bagi saya sebagai guru Agama Katolik pada dasarnya Seorang Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) menjalankan peran sebagai seorang guru/pendidik sekaligus sebagai seorang katekis. Dalam kapasitasnya sebagai seorang guru, Guru Pendidikan Agama Katolik sebagaimana guru pada umumnya,dalam proses pembelajaran berperan sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola pelajaran, demonstrator, pembimbing, motivator dan evaluator. Dalam menjalankan peran umum ini, seorang Guru Pendidikan Agama Katolik harus memenuhi tuntutan kompetensi sebagaimana seharusnya seperti guru pada umumnya. Dengan kompetensi-kompetensi yang dimiliki, diharapkan seorang guru Pendidikan Agama Katolik menjadi seorang pribadi yang profesional di dalam menjalankan profesinya.

Sebagai   umat   Katolik,  kita   tidak   hanya  diajarkan   untuk   memuji   Tuhan   saja, namun kita juga diajarkan untuk berdevosi. Istilah ‘devosi’ yakni bagaimana bentuk penghayatan dan pengungkapan umat Kristiani di luar liturgi resmi dan juga sebagaipenghormatan berupa ungkapan kasih. Biasanya  dalam berdevosi dilakukan saat masa-masa sulit atau di masa-masa tertentu, dimana dengan berdevosi ini merupakan salah satu cara ampuh agar masa-masa sulit ini dapat cepat terselesaikan dengan baik dan lancar. Pada makalah ini yang saya ingin menekankan bagaimana kita sebagai umat Katolik tetap berdevosi di situasi apapun, tidak hanya pada saat duka saja namun saat suka   pun   juga   demikian.   Selain   itu,   kita   juga   harus   memiliki   kesadaran   dalam menjalankan laku devosional yakni harus dilakukan penghayatan secara penuh, tidak boleh setengah-setengah. 

Adapun Relevansi yang saya peroleh setelah mendalami materi tentang Devosi Umat untuk

1.      Aspek Kognitif

Di sini saya dapat pemahaman baru tentang hakikat dasar devosi, dan pengklafikasian jenis-jenis Devosi umat menurut ajaran Gereja Katolik.

Tentu kita tidak asing lagi dengan istilah ‘devosi’. Sejak kecil secara tidak sadar kita telah diajarkan untuk berdevosi baik itu kepada Yesus, Bunda Maria atau pun orang kudus. Dalam devosi kepada Yesus, para kudus atau Santa Maria, kita biasanya diajak untuk memohon pertolongan seperti antara lain: penyembuhan , keberhasilan pekerjaan, jodoh, lulus ujian, tambahan penghasilan, pertobatan, bebas dari hama, wabah, perang dan bencana alam. Akan tetapi, apakah kita mengetahui makna sesungguhnya dari devosi ini? Bagaimana menyikapi kebiasaan-kebiasaan devosional yang sering dilakukan apabila berhadapan dengan liturgi Gereja? Paper ini akan secara ringkas menjawab dua pertanyaan tersebut.

Pengertian Devosi

Devosi itu berasal dari bahasa latin yang berarti penghormatan. Dalam Direktorium Tentang Kesalehan Umat Dan Liturgi. Asas-Asas Dan Pedoman, yang diterbitkan Kongregasi Ibadat dan Tata Tertib Sakramen no 8, istilah devosi digunakan untuk melukiskan “aneka kebiasaan eksternal (misalnya doa, madah, kebiasaan yang dikaitkan dengan waktu atau tempat tertentu, panji-panji, medali, busana, atau kebiasaan. Dijiwai oleh sikap iman, kebiasaan-kebiasaan eksternal seperti ini mengungkapkan hubungan khusus kaum beriman dengan  ketiga Pribadi Ilahi; juga hubungan mereka dengan Santa Perawan yang mendapat karunia istimewa dan gelar-gelar yang mengungkapkan karunia itu, orang-orang kudus yang sudah berbahagia seperti Kristus yang memiliki peran khusus dalam kehidupan Gereja”.

 

Sejarah Perkembangan Devosi

Devosi tampaknya sudah berkembang dalam Gereja sejak awal. Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, kita dapat melihat kegiatan devosional seperti kisah perziarahan umat Israel ke Bait Allah. Sekitar tahun 150, umat mulai menyertakan para martir dalam kebaktian. Bahkan sejak abad II, patung dan gambar Kristus dipasang pada kuburan  dan tempat berdoa. Selanjutnya sekitar tahun 200, berkembang devosi rakyat secara khusus kepada para martir, yang rupanya semakin kurang tertuju kepada Allah. Selama abad IV sampai dengan abad VI, muncul kebiasaan ziarah ke makam para martir. Patung dan gambar orang kudus semakin besar peranannya dan dihormati. Sejak abad VII sampai zaman pertengahan, devosi berkembang pesat, bahkan tanpa kendali. Secara khusus sejak abad XIII, devosi kepada Santa Maria cenderung menjadi liar.

Macam-macam Devosi

Hingga saat ini, kita dapat melihat banyak macam devosi yang biasanya dikelompokkan dalam dua jenis menurut objek yang didevosikan yakni, devosi kepada Yesus Kristus dan kepada Orang Kudus termasuk Maria. Walaupun begitu ada pula macam devosi di luar dua kelompok besar tersebut. Devosi-devosi itu adalah: devosi kepada Tritunggal Mahakudus, devosi kepada Roh Kudus, devosi kepada Para Malaikat, devosi kepada jiwa-jiwa di api penyucian, devosi kepada Gereja dan Bapa suci.

Kita dapat melihat tiga kelompok besar devosi dalam Puji Syukur. Devosi kepada Yesus, jika kita hitung di dalam Puji Syukur jumlahnya sembilan buah. Devosi kepada Orang Kudus ada sepuluh buah. Itu pun belum termasuk doa-doa yang dikategorikan di luar kelompok tersebut, seperti doa Malaikat Tuhan dan Ratu Surga yang biasa didoakan 3 kali sehari (setiap jam enam pagi, siang dan sore).

 

2.      Aspek Afektif

Saya sebagai guru Pendidikan Agama Katolik mampu menghayati berdevosi yang baik dan benar. Pengertian Devosi, menurut pengajaran Gereja Katolik, seperti dijabarkan dalam tulisan CDW (Congregation for Divine Worship), Vatikan dalam dokumennya yang berjudul Directory on Popular Piety and the Liturgy adalah “Dalam konteks ini, istilah devosi digunakan untuk menggambarkan praktek eksternal (doa-doa, lagu- lagu pujian, pelaksanaan suatu kegiatan rohani yang berkaitan dengan waktu- waktu atau tempat- tempat tertentu, insignia, medali, kebiasaan- kebiasaan). Dihidupkan oleh sikap iman, praktek- praktek tersebut menyatakan hubungan yang khusus antara umat beriman dengan Pribadi Allah [Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus] atau kepada Perawan Maria yang terberkati, dalam hak- hak istimewanya tentang rahmat dan segala sebutannya yang mengekspresikan keistimewaan tersebut, atau dengan para Santo/a di dalam konfigurasi mereka dengan Kristus atau di dalam peran mereka di dalam kehidupan Gereja.”

Berdasarkan defenisi ini, maka devosi itu ditujukkan kepada Tuhan (Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus) atau kepada para orang kudus -termasuk Bunda Maria- dalam kesatuan mereka dengan Kristus. Nah, bentuk devosi itu dapat berupa doa, lagu pujian, atau kebiasaan- kebiasaan/ kegiatan rohani tertentu. Jadi devosi itu ditujukannya kepada ‘Seseorang/ Someone‘, yaitu pribadi Allah atau orang kudus dalam kesatuan mereka dengan Allah; dan bukan kepada ‘sesuatu/ something‘.

Biarpun devosi berhubungan dengan medali, relikwi, rosario ataupun skapular, dll, namun bukan kepada benda- benda itu umat Katolik berdevosi, melainkan kepada Allah ataupun pribadi orang kudus yang diacu olehnya, dalam kesatuan dengan Kristus. Maka para orang kudus ini bukan saingan Kristus, tetapi pendukung Kristus dalam peran Pengantaraan-Nya yang satu- satunya itu.

Saya pahami bahwa devosi yang berkaitan dengan pemakaian ‘sesuatu’/ benda- benda, seperti skapulir, medali, dst, tidak hanya terbatas kepada ‘memakai’ saja, tetapi juga pada kesediaan untuk hidup sesuai dengan penghayatan iman mereka kepada Tuhan sesuai dengan teladan Kristus dan para orang kudus-Nya. Pemakaian benda- benda tersebut, hanya mengingatkan orang agar berjuang untuk hidup kudus dalam berbagai situasi hidup sampai akhir hidupnya, agar memperoleh keselamatan kekal.

Contoh yang baik dan juga bisa dipraktekkan dengan berdevosi kepada Kerahiman Ilahi, maka seseorang disadarkan untuk selalu mengandalkan Tuhan Yesus dan kerahiman-Nya, dan berdoa bagi pertobatan dunia (termasuk pertobatannya sendiri), untuk selalu melakukan perbuatan kasih kepada sesama entah dengan perbuatan langsung, dengan perkataan ataupun dengan mendoakan, demi kasih mereka kepada Kristus yang telah menyerahkan hidup-Nya di kayu salib. Itulah sebabnya mereka mendaraskan doa Koronka dengan menggunakan rosario, dan melakukan doa novena Kerahiman Ilahi yang mengenang sengsara Yesus demi menyelamatkan umat manusia, dan mendoakan doa khusus pada jam 3 siang (moment Kristus wafat), demi mengenangkan kasih Tuhan yang sempurna yang ditunjukkan dengan korban salib-Nya. Dengan melaksanakan devosi ini, maka kita didorong untuk semakin mengasihi Kristus.

 

3.      Aspek Psikomotorik

Sebagai Guru Pendidikan Agama Katolik yang profesional saya diasah untuk mampu

 Menganalisis hal-hal yang wajib diperhatikan dalam berdevosi khususnya masalah-masalah serta bahaya-bahaya devosi yang tidak benar agar tidak bertolang belakang dengan ajaran iman Kristiani.

Dewasa kini, begitu banyak Devosi yang diarahkan oleh umat beriman kepada Santo-santa sebagai tanda penghormatan kepada mereka. Seperti yang kita ketahui bersama, para Santo-santa memiliki tempat dan peranan yang begitu unik didalam kehidupan Gerejawi. Didalam Gereja Katolik kita diajak untuk mengerti bahwa kita semua adalah anak-anak Allah yang telah dibaptis didalam Kristus Yesus. Gereja Katolik meyakini kekudusan hidup mereka dapat menjadi panutan atau teladan bagi setiap umat beriman dalam memetik nilai-nilai kehidupan yang tentu saja berhubungan tentang perjuangan hidup. 

Para Santo-santa adalah anggota Gereja yang telah mencapai kesempurnaan dan telah menyatukan diri sepenuhnya kepada Kristus (Theosis). Maka dengan menimba cinta dari para Santo-santa, kita dapat dikuatkan dalam kesatuan dan keseluruhan Tubuh Mistik Kristus itu sendiri. Sehingga sebagai persekutuan umat beriman, dimana para Santo-santa merupakan Gereja yang telah jaya dan kita yang merupakan Gereja yang masih berziarah dibumi, kita mampu saling mendoakan. Dimana kita dapat memohon doa mereka dan disamping itu pula mereka tidak henti-hentinya mendoakan kita.

Diantara begitu banyak Para kudus ada salah seorang yang memainkan peran yang begitu penting didalam sejarah penyelamatan umat manusia yaitu Santa Maria. Maria sebagai Bunda Allah memiliki posisi yang terkesan unik diantara semua Para kudus bahkan diantara segala ciptaan. Maria merengkuh kehendak Allah dengan sepenuh hati, Ia menyerahkan hidupnya kepada Allah guna pembebasan umat manusia dari dosa. Telah berabad-abad lamanya, Gereja mengarahkan hati demi penghormatan sepenuhnya kepada Bunda Maria. Gereja menghormatinya sebagai Bunda Allah, sebagai model sempurna kemuridan dan memohon doa-doanya kepada Allah atas nama kita. Maria merupakan model sempurna dari iman dan cinta kasih Gereja (LG 53). Dalam diri Maria pula, Gereja Katolik menemukan mode penyerahan dan penyucian diri secara total kepada pribadi dan karya Kristus yang menjadi sumber dan alasan penyelamatan bagi semua orang (LG 56).

Namun terkadang banyak pula Devosi yang terkesan berlebihan terhadap Maria, dan hal ini dapat memberikan kesan bahkan efek penyembahan terhadap Maria. Penyembahan terhadap Maria bukan hanya terjadi pada era kini, namun pada era Gereja Perdana. Dan penyembahan terhadap Maria dikenal sebagai sekte Collyridianisme. Sekte ini muncul di wilayah Arabia sekitar tahun 350-450. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti siapa pendiri sekte ini. Dan ketika Para Bapa Gereja mendengar hal ini mereka langsung mendiskusikannya dan mengutuk ajaran sesat ini. Tokoh Bapa Gereja dikenal menentang teguh ajaran sesat ini adalah Epifanius. Epifanius adalah seorang Uskup Salamis di Siprus, Ia dulunya adalah seorang pemuda Yahudi yang kemudian hari menjadi seorang Katolik.

Pengutukan sekte ini berkaitan dengan bertentangannya ajaran ini, dengan ajaran Gereja Katolik yang mengutuk keras penyembahan berhala yang juga telah dikutuk oleh Allah sendiri: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku (Kel 20:3)." Gereja Katolik dalam hidup peribadatannya, terdapat 2 alur peribadatan yaitu Adoration/ penyembahan dan penghormatan/hiperdulia dan kita wajib untuk memisahkan kedua konteks ini. Yang berhak dan wajib kita berikan penyembahan hanyalah Allah saja namun disamping itu kita mengenal Para kudus yang telah bersatu seluruhnya dengan Allah dan ini yang harus kita berikan penghormatan. Penghormatan kita terhadap Para kudus terkhususnya Maria sama sekali tidak mengurangi penyembahan kita kepada Allah.

Tidak jarang pula, devosi berlebihan ini ditunjukkan oleh gelar dan ucapan kita kepada Bunda Maria. “Bunda Maria, sumber segala rahmat keselamatan. selamatkanlah kami orang yang berdosa ini.” Ini adalah sebuah bentuk kekeliruan yang mendalam, kita harus pahami bahwa Maria hanyalah ciptaan Tuhan, memang betul Maria memiliki peran yang penting dalam penyelamatan umat Manusia, Ia melahirkan Putra Allah sehingga Allah yang merupakan sumber segala rahmat dapat mengambil kodrat kemanusiaannya yang suci dan tanpa dosa. Namun yang perlu digarisbawahi disini adalah Maria bukanlah sumber segala rahmat, karena sumber segala rahmat itu adalah Allah sendiri. Maka dari itu, kita sebagai umat Katolik harus pandai dan kritits membela Iman kepercayaan kita, apabila kita dituduh telah menyembah Maria seperti yang dilakukan oleh sekte Collyridianisme. Karena yang berhak disembah hanyalah Allah saja dan bukan Maria.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama