banner Menyadari Pengaruh Sains dan Teknologi Terhadap Cara Pandang Manusia Terhadap Dirinya

Menyadari Pengaruh Sains dan Teknologi Terhadap Cara Pandang Manusia Terhadap Dirinya



Suara Numbei News - Pemahaman kita tentang siapa diri kita dan hakikat keberadaan kita adalah jalinan rumit yang dijalin dari benang-benang pengetahuan, budaya, dan pengalaman pribadi. Namun, sepanjang sejarah, mungkin pengaruh yang paling transformatif pada persepsi yang terus berkembang ini adalah kemajuan penemuan ilmiah yang tiada henti.

Dari renungan kuno tentang jiwa hingga perenungan modern tentang implikasi kecerdasan buatan, sains secara konsisten telah menantang, menyempurnakan, dan terkadang sepenuhnya menjungkirbalikkan keyakinan kita yang paling dalam tentang diri kita sendiri.

Catatan pemikiran manusia mengandung beragam perspektif tentang hakikat jati diri. Misalnya, para filsuf Yunani kuno bergulat dengan pertanyaan tentang identitas, kesadaran, dan hubungan antara pikiran dan tubuh.

Misalnya, teori Plato tentang jiwa yang tidak berwujud dan abadi selaras dengan banyak tradisi keagamaan, sementara pandangan Aristoteles tentang jiwa sebagai forma atau esensi makhluk hidup menawarkan interpretasi yang lebih naturalistis tentang siapa kita.

Para pemikir abad pertengahan, yang sering kali dipengaruhi oleh doktrin agama, terus mengeksplorasi tema-tema ini. Para teolog seperti Augustine dan Aquinas memperdebatkan hakikat jiwa, hubungannya dengan Tuhan dan implikasinya terhadap moralitas manusia.

Konsep-konsep awal tentang diri ini, meskipun beragam, sebagian besar berakar pada spekulasi metafisik, tetapi konsep-konsep ini meletakkan dasar bagi penyelidikan selanjutnya tentang hakikat keberadaan manusia.

Pergeseran menuju ilmu pengetahuan modern meskipun lambat dan pasti menandai titik balik dalam pemahaman manusia tentang dirinya sendiri.

Meningkatnya Penelitian Ilmiah: Sebuah Perubahan Paradigma

Pencerahan menandai perubahan signifikan dalam pemahaman kita tentang diri kita sendiri, terutama melalui penyebaran pengetahuan baru yang lebih luas, dan basisnya semakin empiris, bukan metafisik.

Persepsi diri Barat telah lama didasarkan pada Aristoteles, dan bahkan ketika wawasan baru muncul, biasanya kembali ke ide-ide Aristoteles karena itu adalah pengetahuan yang paling umum di dunia Latin dan Arab. Dengan perangkat ini, ide dan teori yang diabaikan atau dilupakan dapat dikonfirmasi melalui kebangkitan matematika dan peningkatan metode ilmiah dan disebarluaskan ke luar secara lebih independen dari agama dan negara.

Dengan meningkatnya pengetahuan anatomi dan pengungkapannya tentang cara kerja tubuh manusia yang rumit, banyak kesalahpahaman dan takhayul yang telah lama mengaburkan persepsi diri kita akhirnya sirna. Contohnya adalah pandangan bahwa jantung adalah pusat pikiran, yang telah sepenuhnya digantikan oleh pandangan yang berpusat pada otak.

Nicolaus Copernicus dapat membuktikan bahwa pandangan heliosentris tentang kosmos lebih sesuai dengan kenyataan daripada pandangan antroposentris, berdasarkan pengamatan astronomi. Ini merupakan langkah besar dalam penerimaan kita bahwa kita bukanlah pusat dunia.

Meskipun banyak temuan yang sebenarnya bukan hal baru, penerimaan dan penyebarannya secara umum merupakan hal baru. Wawasan dalam sains ini memulai pergeseran persepsi diri kita dari gagasan metafisik tentang ketidakberwujudan, esensi, dan jiwa menuju gagasan yang lebih naturalistik.

Ilmu Pengetahuan Modern: Fisika dan Biologi

Pemahaman yang lebih mendalam tentang diri kita muncul seiring dengan semakin sempurnanya ilmu pengetahuan dan metodenya. Terobosan modern paling awal tentang hakikat kita dan tempat kita di dunia ditemukan dalam bidang biologi dan fisika.

Pada abad ke-19, teori evolusi Charles Darwin melalui seleksi alam secara mendasar mengubah pemahaman kita tentang asal usul kehidupan dan tempat manusia di alam. Pengakuan bahwa kita memiliki nenek moyang yang sama dengan hewan lain dan bahwa sifat fisik dan mental kita telah dibentuk oleh adaptasi evolusi selama jutaan tahun menantang gagasan tentang keistimewaan manusia dan karakter khusus yang telah lama merasuki pemikiran Barat.

Ekspansi Ilmu Pengetahuan di Abad ke-20

Senada dengan itu, pada abad ke-20, pemahaman kosmologi kita meluas hingga mulai mengonfirmasi luasnya dunia yang luar biasa, di mana planet kita hanyalah bagian dari tata surya yang hanyalah bagian kecil dari galaksi, sebuah sistem yang jauh lebih besar.

Wawasan tentang alam semesta fisik dan peran kita di dalamnya membuat pandangan antroposentris seperti imaterialisme/idealisme epistemologis, yang menganggap realitas berdasarkan pikiran kita, menjadi tidak penting dibandingkan dengan pandangan seperti materialisme. Konsep diri yang berdasarkan teologi dan metafisika juga perlahan mulai tidak penting setelah memiliki landasan yang kokoh selama Abad Pertengahan.

Hal ini dapat menunjukkan pergeseran pola pikir dari tujuan atau teleologi. Tidak ada tujuan yang lebih tinggi dalam sistem biologis dan fisik seperti yang kita lihat dalam sistem teologis. Namun, hal itu mungkin juga telah memperluas empati kita untuk mencakup nonmanusia, seperti yang kita lihat pada organisme lain, seperti kera, yang semakin mendekati tingkat kesadaran yang kita yakini.

Kekeliruan Manusia: Wawasan dari Psikologi

Sejak abad ke-20, penelitian psikologis telah memungkinkan kita memperoleh wawasan langsung tentang keteraturan kita alih-alih mengekstrapolasinya dari dunia secara umum. Penelitian ini telah menjelaskan berbagai cara di mana bias bawah sadar, heuristik, dan tekanan sosial memengaruhi persepsi, penilaian, dan keputusan kita.

Percobaan klasik seperti studi kepatuhan Milgram, percobaan penjara Stanford, dan efek penonton mengungkapkan betapa mudahnya orang biasa bertindak dengan cara yang merugikan atau kejam.

Studi juga mencoba untuk menjelaskan kegagalan kita dalam hal kapasitas, seperti bias kognitif yang secara tidak sadar memengaruhi pengambilan keputusan kita, keputusan yang dirasionalisasi setelah kejadian, kepuasan yang tertunda menjadi sangat sulit, kelemahan ingatan kita, dan keterbatasan pengendalian diri. Serta menegaskan kapasitas kita untuk dimanipulasi atau dipengaruhi secara tidak sadar.

Dengan mempertimbangkan hasil-hasil ini, mungkin dapat diharapkan bahwa semua studi klasik yang disebutkan telah terbukti tidak dapat ditiru, sangat kontroversial atau jelas-jelas dibuat-buat. Namun, seperti halnya pandangan metafisik lama, bahkan jika hasilnya sebagian besar tidak terbukti, interpretasi selanjutnya mungkin bertahan hingga ada sesuatu yang menggantikannya.

Kendati demikian, psikologi telah menunjukkan secara konsisten kepada kita bahwa kapasitas kognitif kita kurang rasional seperti yang kita harapkan dan kita kurang mampu mengendalikannya seperti yang kita inginkan.

Tempat Manusia di Alam dan Semesta

Wawasan awal dalam biologi dan fisika terus diperkuat dan diperluas dari waktu ke waktu. Realitas alam semesta terus-menerus ditunjukkan jauh lebih agung dan lebih luas dari yang diharapkan dan mungkin bahkan di luar pemahaman. Alam semesta diberi titik asal dalam ruang dan waktu yang darinya seseorang dapat memperoleh konstelasi saat ini.

DNA ditemukan untuk menguatkan evolusi, untuk menunjukkan kepada kita bagaimana kita dapat dibuktikan secara fisik memiliki nenek moyang hewan dan merupakan produk adaptasi. Genetika menunjukkan kepada kita bahwa kita adalah produk dari gen kita dan interaksinya dengan lingkungan, yang menunjukkan bahwa meskipun kita memiliki watak bawaan, watak tersebut dipicu atau dipicu oleh lingkungan.

Faktor genetik, lingkungan, dan neurobiologis dapat memprediksi gangguan dan sifat kepribadian yang merugikan, yang membatasi kekuatan atribusi pada faktor moral, hal supernatural, dan faktor lain yang dapat dikaitkan kembali dengan kepercayaan metafisik.

Psikologi evolusioner lebih jauh mengeksplorasi implikasi warisan evolusioner kita untuk memahami perilaku dan kognisi manusia. Banyak sifat psikologis kita, mulai dari naluri sosial hingga bias kognitif, berakar pada adaptasi yang bermanfaat bagi nenek moyang kita di lingkungan leluhur mereka. Hal ini telah menyebabkan semakin banyaknya apresiasi terhadap kendala biologis pada perilaku kita dan bagaimana masa lalu evolusioner kita membentuk masa kini kita.

Materialisme dan Determinisme: Menantang Kehendak Bebas

Penemuan-penemuan dalam fisika dan biologi selama berabad-abad telah menyebabkan semakin diterimanya fisikalisme, pandangan bahwa seluruh dunia pada dasarnya bersifat fisik. Dengan sistem fisik, Anda memiliki hukum-hukum alam yang mengikuti pola-pola yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini membuat kita mempertanyakan kehendak bebas karena pikiran, perasaan, dan tindakan kita tampaknya ditentukan oleh hukum-hukum fisika dan kimia.

Pandangan dunia yang deterministik ini juga cenderung didukung oleh hasil-hasil dalam ilmu pengetahuan otak melalui dampak perilaku dari penyakit, lesi, efek lingkungan, dan obat-obatan. Kita telah menerima kurangnya kehendak bebas pada tingkat tertentu dengan kesalahan yang lebih rendah pada anak-anak, pemabuk, dan orang yang tidak tertib.

Akan tetapi, perlu disebutkan bahwa masa depan kita tidak akan berjalan sesuai dengan determinisme, realisme, dan fisikalisme melalui sains. Misalnya, bukti kuat apa pun untuk interpretasi Kopenhagen dibandingkan dengan interpretasi kuantum lainnya akan mengubah perdebatan. Kita tidak dapat mengetahui ke arah mana sains membawa kita dan bagaimana sains akan memengaruhi persepsi kita terhadap diri kita sendiri.

Masa Depan Persepsi Manusia

Seiring kemajuan ilmu pengetahuan, pemahaman kita tentang diri kita sendiri kemungkinan akan mengalami transformasi lebih lanjut. Bidang-bidang baru seperti epigenetika, yang mempelajari bagaimana faktor lingkungan dapat memengaruhi ekspresi gen, memberikan pandangan baru tentang interaksi kompleks antara alam dan pengasuhan dalam membentuk sifat dan perilaku kita.

Ilmu otak masih dalam tahap pemahaman yang sangat mendasar dan pasti akan memengaruhi pemahaman kita di masa mendatang. Gangguan mulai diterima dan dipahami sebagai sesuatu yang lebih berkelanjutan daripada dikotomis. Lebih jauh lagi, menerima bahwa gangguan kepribadian sering kali merupakan adaptasi evolusi dapat mengubah interpretasi kita.

Kita juga baru mulai memahami seberapa plastis otak kita sebenarnya, seberapa besar kita dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang terjadi selama periode kritis perkembangan tertentu, dan bagaimana otak terus bersifat plastis sepanjang hidup kita dalam derajat yang berbeda-beda.

Munculnya AI

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) juga menimbulkan pertanyaan mendalam tentang hakikat kesadaran dan kemungkinan menciptakan mesin yang dapat berpikir dan merasa seperti manusia. Dengan munculnya AI yang kompleks, kita menyadari bahwa kita mungkin tidak selalu menjadi yang teratas dalam hal kecerdasan, sehingga ketakutan akan skenario ini pun mengakar.

Upaya untuk memahami diri sendiri adalah usaha yang tak lekang oleh waktu, yang telah dilakukan oleh para filsuf, teolog, ilmuwan, dan seniman sepanjang sejarah. Sains telah memberi kita wawasan tentang diri kita sendiri dengan terlebih dahulu menjelaskan cara kerja dunia dan sekarang mulai menggali cara kerja kita. Sementara jawaban atas banyak pertanyaan mendasar tentang sifat manusia masih sulit dipahami, wawasan sejati telah diperoleh melalui penyelidikan ilmiah tentang diri kita dan tempat kita di alam semesta.* 



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama