![]() |
Affan Kurniawan Ojol Terlindas Rantis Polisi Sumber VoI.id |
Tragedi kematian Affan menciptakan apa yang oleh
Tilly sebagai "transformative event", yaitu sebuah peristiwa yang
secara radikal mengubah struktur kesempatan politik dan pola mobilisasi
kolektif. Namun, sejarah menunjukkan bahwa negara memiliki kapasitas adaptif
untuk merespons ancaman dengan strategi divide et impera yang canggih untuk memanipulasi
gerakan protes. Pertanyaannya
tidak berhenti pada apakah protes akan bersatu, tapi seberapa efektif negara
memfragmentasi solidaritas yang lahir dari tragedi tersebut.
Dalam kerangka Dynamics of Contention, kematian Affan berfungsi sebagai
"certification process" yaitu legitimasi eksternal yang mengubah
persepsi publik tentang karakter rezim.
Ketika mobil Brimob melindas tubuh seorang driver ojek online yang tidak
bersalah, peristiwa ini menguak watak brutal negara yang lebih melindungi privilege elit yang dalam hal ini adalah melindungi DPR
yang memberikan pernyataan-pernyataan provokatif daripada nyawa rakyat.
Momen ini mengubah struktur kesempatan politik (political opportunity structure)
dengan membuka celah legitimasi yang selama ini tertutup rapat.
McAdam menjelaskan bahwa transformative events
memiliki tiga karakteristik yaitu interpretable (dapat dimaknai), consequential
(berdampak luas), dan remembered (diingat kolektif). Tragedi Affan memenuhi
ketiga kriteria ini. Interpretable sebagai kekerasan sistemik, consequential dalam
menyatukan berbagai sektor yang sebelumnya terfragmentasi, dan remembered
sebagai simbol perlawanan melawan tirani oligarki.
Pembentukan
Koalisi Gerakan Protes tanpa Integrasi
Teori Dynamics of Contention menekankan pentingnya "brokerage"
atau proses penghubung antarjaringan sosial yang sebelumnya tidak terhubung.
Sebelum 28 Agustus, buruh, mahasiswa, dan ojek online bergerak dalam koridor
masing-masing dengan jalur yang berbeda. Perjuangan ekonomi untuk buruh, protes
anti-korupsi dan transparansi untuk mahasiswa, dan perlindungan sosial untuk
driver ojek online.
Kematian Affan yang dilindas oleh Kendaraan taktis
(Rantis) Brimob saat ia sedang berusaha mengirim paket makanan ke pelanggan
menjadi "master frame" yang menghubungkan ketiga sektor ini dalam
narasi besar tentang ketidakadilan sistemik. Driver ojek online yang sebelumnya
apolitis, kini memahami bahwa prekaritas mereka terhubung dengan korupsi
politik. Mahasiswa menyadari bahwa idealisme mereka harus bersatu dengan
perjuangan ekonomi rakyat. Buruh memahami bahwa PHK massal adalah bagian dari
sistem yang sama dengan yang membunuh Affan.
Meskipun begitu, Tilly menjelaskan bahwa setiap era
memiliki "repertoires of contention" atau pola aksi kolektif yang
tersedia dan sah dalam konteks tertentu. Pasca-tragedi Affan, kita menyaksikan
inovasi taktis dalam bentuk solidaritas lintas sektor yang meluas lintas
kelompok. Ojek online menggunakan aplikasi untuk koordinasi, mahasiswa memanfaatkan
jaringan kampus, buruh mengaktifkan serikat pekerja, semuanya konvergen dalam
satu gerakan. Namun, di sinilah letak bahaya terbesar karena inovasi taktis
yang sama juga tersedia bagi rezim untuk melakukan counter-mobilization baik
dalam format mobilisasi tandingan ataupun penggembosan.
Moderasi dan
Fragmentasi sebagai Strategi Negara
Negara memiliki pengalaman panjang dalam mengatasi
protes dan gerakan sosial melalui devide et impera dengan dua strategi utama
yaitu moderasi selektif dan fragmentasi sistematis. Dalam strategi moderasi
selektif, negara akan menawarkan konsesi parsial untuk memecah unity gerakan.
Misalnya, menyetujui revisi sebagian tunjangan DPR sambil menolak tuntutan
lainnya atau di pihak lain menjanjikan perlindungan sosial bagi driver ojek
online sambil tetap menindak mahasiswa dan buruh. Strategi ini digunakan dengan
memanfaatkan perbedaan kepentingan sektoral untuk menciptakan fraksi dalam
gerakan. Strategi lanjutan yang lebih berbahaya lagi adalah upaya menciptakan
narasi alternatif yang memecah solidaritas. Rezim akan mengkriminalisasi
mahasiswa sebagai "radikal," menstigma buruh sebagai
"separatis," sambil menggambarkan diri sebagai pelindung driver ojek
online yang "tak bersalah." Media mainstream akan dibanjiri narasi
yang memposisikan berbagai sektor dalam kompetisi zero-sum. Strategi ini adalah
strategi utama yaitu menciptakan fragmentasi atau dengan istilah lain, Devide
et Impera.
Kanalisasi
Sebagai Strategi Tambahan
McAdam mengingatkan bahwa setiap gerakan menghadapi
pilihan antara aksi disruptif atau kanalisasi institusi. Rezim akan menciptakan
kanal palsu untuk menyerap energi protes seperti pembentukan komisi investigasi
yang tidak bergigi, dialog nasional yang tidak bermakna, atau reformasi
kosmetik yang tidak menyentuh akar masalah.
Fragmentasi atau devide et impera secara efektif
terjadi ketika berbagai sektor mulai percaya pada solusi institusional yang
berbeda. Mahasiswa tergoda dengan janji reformasi pendidikan, buruh dengan
revisi UU Ketenagakerjaan, driver ojek online dengan regulasi platform digital.
Ketika masing-masing sektor mengejar agenda parsial, persatuan yang lahir dari
gugurnya Affan akan terfragmentasi.
Selain itu, Dynamics of Contention juga menekankan
bahwa hasil sejarah bersifat contingent bergantung pada interaksi kompleks
antara struktur, proses, dan agency. Tragedi Affan telah mengubah struktur
peluang politik, tapi hasil akhir bergantung pada kemampuan multitude gerakan
mempertahankan solidaritas dan persatuan sambil melawan upaya fragmentasi
rezim.
Mewaspadai
Fragmentasi
Sejarah Indonesia penuh dengan peristiwa fragmentasi
gerakan yang dimulai dari solidaritas heroik tetapi berakhir dengan fragmentasi
tragis. Reformasi 1998 adalah contoh klasik ketika persatuan melawan rezim
otoriter Soeharto berhasil, tapi langsung terpecah dalam politik identitas dan
kepentingan sektoral. Saat ini, peristiwa gugurnya Affan telah menciptakan
persatuan temporal dalam bentuk solidaritas dan perubahan struktur peluang
politik, namun persatuan ini rapuh karena negara masih memiliki sumber daya dan
pengalaman untuk memecah belah sementara gerakan masih belum solid merumuskan
tuntutan bersama. Maka dengan memahami bahaya ini dan kesadarann untuk
berkomitmen pada solidaritas jangka panjang, gerakan dapat menghindari jebakan divide et impera yang telah menghancurkan begitu banyak
gerakan sosial dan politik dalam sejarah Indonesia. Kemarin Affan telah
memberikan nyawanya. Pertanyaannya, akankah pengorbanannya sia-sia karena
gerakan terjebak dalam permainan fragmentasi politik. ***