banner Ancaman Fragmentasi Gerakan Protes Setelah Tragedi Affan Kurniawan Sang Ojol

Ancaman Fragmentasi Gerakan Protes Setelah Tragedi Affan Kurniawan Sang Ojol

Affan Kurniawan Ojol Terlindas Rantis Polisi Sumber VoI.id


Suara Numbei News - Pada kamis malam 28 Agustus 2025 seorang Driver Ojol terlindas rantis polisi atau lebih tepatnya dilindas hingga mengakibatkan kehilangan nyawa. Affan Kurniawan, seorang driver ojol berusia 21 tahun saat itu bukanlah demonstran, ia sedang bekerja untuk megirimkan paket antar makanan ke customernya. Namun nahas datang saat ia melintas, mobil rantis polisi berkecepatan cukup tinggi membelah massa aksi hingga menabraknya. Tidak cukup disitu, mobil juga melindasnya hingga ia luka berat dan dibawa ke RS Pelni hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya disana.

Tragedi kematian Affan menciptakan apa yang oleh Tilly sebagai "transformative event", yaitu sebuah peristiwa yang secara radikal mengubah struktur kesempatan politik dan pola mobilisasi kolektif. Namun, sejarah menunjukkan bahwa negara memiliki kapasitas adaptif untuk merespons ancaman dengan strategi divide et impera yang canggih untuk memanipulasi gerakan protes. Pertanyaannya tidak berhenti pada apakah protes akan bersatu, tapi seberapa efektif negara memfragmentasi solidaritas yang lahir dari tragedi tersebut.

Dalam kerangka Dynamics of Contention, kematian Affan berfungsi sebagai "certification process" yaitu legitimasi eksternal yang mengubah persepsi publik tentang karakter rezim. Ketika mobil Brimob melindas tubuh seorang driver ojek online yang tidak bersalah, peristiwa ini menguak watak brutal negara yang lebih melindungi privilege elit yang dalam hal ini adalah melindungi DPR yang memberikan pernyataan-pernyataan provokatif daripada nyawa rakyat. Momen ini mengubah struktur kesempatan politik (political opportunity structure) dengan membuka celah legitimasi yang selama ini tertutup rapat.

McAdam menjelaskan bahwa transformative events memiliki tiga karakteristik yaitu interpretable (dapat dimaknai), consequential (berdampak luas), dan remembered (diingat kolektif). Tragedi Affan memenuhi ketiga kriteria ini. Interpretable sebagai kekerasan sistemik, consequential dalam menyatukan berbagai sektor yang sebelumnya terfragmentasi, dan remembered sebagai simbol perlawanan melawan tirani oligarki.

Pembentukan Koalisi Gerakan Protes tanpa Integrasi

Teori Dynamics of Contention menekankan pentingnya "brokerage" atau proses penghubung antarjaringan sosial yang sebelumnya tidak terhubung. Sebelum 28 Agustus, buruh, mahasiswa, dan ojek online bergerak dalam koridor masing-masing dengan jalur yang berbeda. Perjuangan ekonomi untuk buruh, protes anti-korupsi dan transparansi untuk mahasiswa, dan perlindungan sosial untuk driver ojek online.

Kematian Affan yang dilindas oleh Kendaraan taktis (Rantis) Brimob saat ia sedang berusaha mengirim paket makanan ke pelanggan menjadi "master frame" yang menghubungkan ketiga sektor ini dalam narasi besar tentang ketidakadilan sistemik. Driver ojek online yang sebelumnya apolitis, kini memahami bahwa prekaritas mereka terhubung dengan korupsi politik. Mahasiswa menyadari bahwa idealisme mereka harus bersatu dengan perjuangan ekonomi rakyat. Buruh memahami bahwa PHK massal adalah bagian dari sistem yang sama dengan yang membunuh Affan.

Meskipun begitu, Tilly menjelaskan bahwa setiap era memiliki "repertoires of contention" atau pola aksi kolektif yang tersedia dan sah dalam konteks tertentu. Pasca-tragedi Affan, kita menyaksikan inovasi taktis dalam bentuk solidaritas lintas sektor yang meluas lintas kelompok. Ojek online menggunakan aplikasi untuk koordinasi, mahasiswa memanfaatkan jaringan kampus, buruh mengaktifkan serikat pekerja, semuanya konvergen dalam satu gerakan. Namun, di sinilah letak bahaya terbesar karena inovasi taktis yang sama juga tersedia bagi rezim untuk melakukan counter-mobilization baik dalam format mobilisasi tandingan ataupun penggembosan.

Moderasi dan Fragmentasi sebagai Strategi Negara

Negara memiliki pengalaman panjang dalam mengatasi protes dan gerakan sosial melalui devide et impera dengan dua strategi utama yaitu moderasi selektif dan fragmentasi sistematis. Dalam strategi moderasi selektif, negara akan menawarkan konsesi parsial untuk memecah unity gerakan. Misalnya, menyetujui revisi sebagian tunjangan DPR sambil menolak tuntutan lainnya atau di pihak lain menjanjikan perlindungan sosial bagi driver ojek online sambil tetap menindak mahasiswa dan buruh. Strategi ini digunakan dengan memanfaatkan perbedaan kepentingan sektoral untuk menciptakan fraksi dalam gerakan. Strategi lanjutan yang lebih berbahaya lagi adalah upaya menciptakan narasi alternatif yang memecah solidaritas. Rezim akan mengkriminalisasi mahasiswa sebagai "radikal," menstigma buruh sebagai "separatis," sambil menggambarkan diri sebagai pelindung driver ojek online yang "tak bersalah." Media mainstream akan dibanjiri narasi yang memposisikan berbagai sektor dalam kompetisi zero-sum. Strategi ini adalah strategi utama yaitu menciptakan fragmentasi atau dengan istilah lain, Devide et Impera.

Kanalisasi Sebagai Strategi Tambahan

McAdam mengingatkan bahwa setiap gerakan menghadapi pilihan antara aksi disruptif atau kanalisasi institusi. Rezim akan menciptakan kanal palsu untuk menyerap energi protes seperti pembentukan komisi investigasi yang tidak bergigi, dialog nasional yang tidak bermakna, atau reformasi kosmetik yang tidak menyentuh akar masalah.

Fragmentasi atau devide et impera secara efektif terjadi ketika berbagai sektor mulai percaya pada solusi institusional yang berbeda. Mahasiswa tergoda dengan janji reformasi pendidikan, buruh dengan revisi UU Ketenagakerjaan, driver ojek online dengan regulasi platform digital. Ketika masing-masing sektor mengejar agenda parsial, persatuan yang lahir dari gugurnya Affan akan terfragmentasi.

Selain itu, Dynamics of Contention juga menekankan bahwa hasil sejarah bersifat contingent bergantung pada interaksi kompleks antara struktur, proses, dan agency. Tragedi Affan telah mengubah struktur peluang politik, tapi hasil akhir bergantung pada kemampuan multitude gerakan mempertahankan solidaritas dan persatuan sambil melawan upaya fragmentasi rezim.

Mewaspadai Fragmentasi

Sejarah Indonesia penuh dengan peristiwa fragmentasi gerakan yang dimulai dari solidaritas heroik tetapi berakhir dengan fragmentasi tragis. Reformasi 1998 adalah contoh klasik ketika persatuan melawan rezim otoriter Soeharto berhasil, tapi langsung terpecah dalam politik identitas dan kepentingan sektoral. Saat ini, peristiwa gugurnya Affan telah menciptakan persatuan temporal dalam bentuk solidaritas dan perubahan struktur peluang politik, namun persatuan ini rapuh karena negara masih memiliki sumber daya dan pengalaman untuk memecah belah sementara gerakan masih belum solid merumuskan tuntutan bersama. Maka dengan memahami bahaya ini dan kesadarann untuk berkomitmen pada solidaritas jangka panjang, gerakan dapat menghindari jebakan divide et impera yang telah menghancurkan begitu banyak gerakan sosial dan politik dalam sejarah Indonesia. Kemarin Affan telah memberikan nyawanya. Pertanyaannya, akankah pengorbanannya sia-sia karena gerakan terjebak dalam permainan fragmentasi politik. ***



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama