Pemohon menghadirkan tiga orang saksi, di antaranya
Yohanes Balawakarang selaku Sekretaris Tim Pemenangan Paslon Nomor Urut 1
membenarkan adanya adanya kejanggalan di TPS 02 Desa Nanaenoe di Kecamatan
Nanaet Dubesi. Ia menyebut adanya pemilih yang memiliki e-KTP di luar domisili
TPS. Pemilih tersebut memegang e-KTP Kabupaten Malaka, namun masih
diberikan surat suara oleh KPPS. Menurutnya, anggota KPPS telah melakukan
kesalahan karena pemilih tersebut melakukan pengisian administrasi setelah
mencoblos. Atas dasar permasalahan ini, Pemohon mengajukan hal tersebut dalam
pleno kecamatan, namun menurut pihak penyelanggara menyatakan bahwa ruang pleno
bukan untuk membahas hal tersebut.
Selain TPS tersebut, hal serupa juga terjadi di TPS
6 Kecamatan Rinbesi atas nama Stefanus Sri Handoko Seran Nahak yang memiliki
e-KTP yang berdomisili di Sulawesi Selatan berdasarkan verifikasi tim IT dengan
menggunakan aplikasi SIAP. Yohanes pun memberikan keterangan terkait hasil
analisa tim setelah melakukan verifikasi seluruh form C1. Ia menyebut pihaknya
menemukan bahwa pemilih yang menggunakan e-KTP berkisar lebih dari 4000
pemilih. Terkait tingginya pemilih DPTb tersebut, Panel Hakim yang dipimpin
oleh Ketua MK Anwar Usman meminta Saksi Pemohon menunjukkan daftar hadir. Yohannes
menyebut daftar hadir tersebut tidak diberikan kepada pihak saksi pada tingkat
kecamatan dan terjadi di 12 kecamatan se-Kabupaten Belu.
“Ada saksi Paslon 01 (Pemohon) yang
melakukan walk out karena tidak ditunjukannya daftar hadir. Namun DI
TPS 01 Desa Naitimu, saksi menemukan sendiri daftar hadir dan ditemukan
ada 11 pemilih dengan NIK e-KTP yang hanya delapan digit berdasarkan daftar
hadir di TPS tersebut,” papar Yohannes.
Lihat Juga:
Adili Sengketa Pilkada MK diminta tidak hanya fokus hitung-hitung suara
Putusan Pilkada di MK dikritik
Substansi Data Pemilih Terkait Sengketa di MK
Praktik Politik
Uang
Dalam keterangannya, Yohanes menjelaskan praktik
politik uang yang juga terjadi pada pemilihan Bupati Belu. Ia
menyebut Paslon Nomor Urut 2 Taolin Agustinus – Aloysius Haleseren menjanjikan
uang sebesar Rp7,5 juta melalui pembentukan kelompok-kelompok untuk memenangkan
Paslon 02.
Yohanes juga mendalilkan bahwa telah terjadi
mobilisasi pemilih dari Kupang yang terdiri dari mahasiswa sebanyak 514
orang yang dikumpulkan di Rumah Perubahan (Sekretariat Paslon 02) pada
masa tenang yang dilakukan oleh Paslon 02 berdasarkan informasi dari
facebook dan screenshoot grup WA Tim Paslon 02. Dia juga menerangkan
bahwa Pemohon mendapatkan gangguan dengan mendapati tulisan-tulisan hinaan saat
melakukan kampanye di Maudemu. “Hal tersebut telah dilaporkan kepada Bawaslu,
namun laporan-laporan yang disampaikan tidak pernah diterima oleh Bawaslu
dengan alasan kekurangan alat bukti sehingga akhirnya tidak dapat
diregistrasi,” ujar Yohanes.
Kemudian, Theodorus M. Djuang selaku saksi mandat di
Kecamatan Atambua Barat memberikan keterangan di TPS 8 Kelurahan Berdao dan TPS
1 Kelurahan Beirafu terjadi perubahan atau pencoretan angka pada kolom yang
sama setelah saksi pulang selesai menandatangani Salinan C hasil. Selain itu,
di TPS 7 Kelurahan Umanen ada kesalahan penulisan di C Hasil dimana seluruh
surat suara yang diterima berjumlah 216 suara namun dalam rinciannya terdapat
219 pemilih yang menggunakan hak suara dan 8 surat suara yang tidak digunakan
sehingga terdapat selisih satu suara.
Lihat juga:
19 Detik, 12 Tahun (Kasus Video Syur GA dan MYD
Bantahan Saksi KPU
Dalam sidang yang sama, KPU Kabupaten Belu selaku
Termohon menghadirkan sejumlah saksi. Salah satu saksi adalah PPK Kecamatan
Atambua Barat, Aurelia Abel, yang membantah dalil Pemohon terkait adanya
penambahan pemilih. Aurelia menyebutkan tidak adanya Kelurahan
Bakustulama di Kecamatan Atambua Barat sebagaimana tertulis dalam permohonan.
Ia juga membantah adanya pemilih dengan nama Serifanus Sila yang memilih di TPS
13 Kelurahan Umanen dengan menggunakan e-KTP di luar Kecamatan Atambua
Barat.
“Tidak ada pemilih dengan nama itu, Yang Mulia. Tetapi
pemilih dengan nama Sefrianus Sila ada dan dia menggunakan hak pilih di TPS 13
Kelurahan Umanen. Dia menggunakan e-KTP sesuai dengan nama dan domisili,” ujar
Aurelia.
Aurelia pun membantah adanya pemilih lain yang
menggunakan e-KTP di luar dari domisili dengan nama Maria Y. Naet. Ia menyebut
pemilih tersebut juga memilih berdasarkan e-KTP sesuai dengan domisili. Begitu
pula pemilih atas nama Yuven Taka yang didalilkan Pemohon menggunakan e-KTP
Rotendao. “Itu tidak benar. Karena Yuven memilih sesuai dengan domisili,”
ucapnya.
Tidak Berikan Daftar Hadir
Dalam keterangannya Aurelia juga membenarkan bahwa
Termohon tidak memberikan Daftar Hadir sebagaimana diungkapkan oleh Saksi
Pemohon. Hal ini, menurutnya, dikarenakan tidak ada selisih hasil suara dalam
formulir C-KWK.
“Saksi meminta daftar hadir DPTb, tapi kami sudah
sampaikan tidak ada selisih hasil. Kami menjelaskan berulang-ulang kali. Kami
meminta rekomendasi dari Pengawas. Bahkan dari Pengawas juga menegaskan tidak
ada selisih hasil suara,” papar Aurelia.
Aurelia juga membantah adanya dalil Pemohon mengenai
pencoretan dalam formulir C KWK oleh Termohon tanpa sepengetahuan pasangan
calon. “Itu tidak benar dan tidak ada pencoretan, Yang Mulia,” tegasnya.
Dalam sidang tersebut, Paslon Nomor Urut 2
Taolin Agustinus – Aloysius Haleseren menghadirkan dua orang saksi, yakni
Petrus Yosepf Beleyto dan Tisera Antonius. Keduanya membantah adanya penambahan
pemilih sebagaimana yang didalilkan Pemohon.
Sebelumnya, PHP Bupati Belu diajukan oleh
Willybrodus Lay dan J.T Ose Luan meminta MK membatalkan Keputusan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Belu Nomor 224/PL.02.6-Kpt/5304/KPU-Kab/XII/2020
tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Belu Tahun 2020, yang disahkan pada 16 Desember 2020.
Berdasarkan Keputusan KPU tersebut, Paslon Nomor Urut 1 tersebut mendapat
perolehan suara sebanyak 50.376 suara, sementara perolehan Paslon nomor
urut 2 Taolin Agustinus - Aloysius Haleseren sebanyak 50.623 suara. Padahal
suara yang seharusnya diperoleh Paslon Nomor Urut 2, yaitu sebanyak 50.197
suara atau 179 suara lebih sedikit dibanding perolehan suara Pemohon.
Pemohon mendalilkan adanya pelanggaran-pelanggaran
meliputi pengurangan suara pemohon di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS)
seperti di TPS Desa Maneikun Kecamatan Lasiolat, TPS Kelurahan Fatubenao
Kecamatan Kota Atambua dan di beberapa TPS lainnya; penambahan suara bagi
pasangan calon Nomor Urut 2 di sejumlah TPS seperti TPS Desa Ren Rua Kecamaan
Raimanuk dan beberapa TPS lainnya; pemilih tambahan yang berasal dari Kabupaten
lain diluar Kabupaten Belu; dan sejumlah pemilih yang menggunakan KTP yang
tidak valid. Selain keempat dugaan kecurangan tersebut, Pemohon menemukan
adanya indikasi politik uang (money politic) serta mobilisasi massa yang
nantinya akan dibuktikan melalui video rekaman keterangan saks serta
bukti-buktilainnya yang akan disampaikan pada persidangan selanjutnya.
Untuk itu, dalam Petitum, Pemohon meminta agar
Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon secara keseluruhan. Serta menyatakan
Keputusan KPU Kabupaten Belu adalah batal dan tidak sah, serta tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.(*)
Penulis : Fuad Subhan
Editor : Lulu Anjarsari
Pengunggah : Fuad Subhan
***
Sumber Berita:
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17108&menu=2