Bernardus Prasodjo berperan menggambar ilustrasi
ikonik produk biskuit populer Indonesia. Dia menjawab alasan tak ada sosok ayah
di kaleng Khong Guan hingga meme-meme yang memparodikan gambarnya.
Setapak rai numbei - Bernardus Prasodjo tak seperti pria 68 tahun di
Indonesia kebanyakan. Berikut beberapa alasannya: 1. Dia masih sangat aktif
mengakses jejaring sosial, terutama Facebook; 2. Nyaris setiap pekan dia
bepergian ke berbagai kota di seluruh Indonesia; 3. Dialah sosok yang
menggambar ilustrasi legendaris di kaleng biskuit Khong Guan. Oh, bila tiga
alasan itu belum cukup, maka perlu disebutkan jika Bernardus pula yang
menggambar perempuan kulit putih bersepeda di wafer Nissin, serta sosok
prajurit Inggris di kaleng Monde, dua merek biskuit yang tak kalah populer di
Tanah Air.
Gambar-gambar itu mewakili trium virat bisnis
biskuit Tanah Air. Khong Guan menguasai 36 persen pangsa pasar biskuit kemasan besar. Kecuali
alergi pada semua jenis biskuit atau seumur hidup tak pernah berbelanja ke toko
kelontong, setiap orang yang tinggal di Indonesia pasti mengenal tiga produk
ikonik tersebut.
"Itu gambar-gambar yang masih bertahan. Yang
sekarang sudah engga ada banyak sekali," kata Bernardus saat ditemui di
rumahnya yang penuh lukisan, kawasan Kali Pasir, Cikini, Jakarta Pusat.
Tetap saja, hasil karyanya di kaleng Khong Guan yang
paling memicu kehebohan dalam ranah budaya pop Indonesia.
Gambar Bernardus puluhan tahun lalu itu sebetulnya
sederhana. Seorang ibu bersama dua anaknya—lelaki dan perempuan—menikmati
biskuit di meja makan klasik era 50-an. Dari ilustrasi sederhana itulah,
muda-mudi kelebihan energi mengolahnya menjadi beragam guyonan. Baik itu meme, broadcast message yang tak lucu-lucu amat, sampai
lelucon slapstick film arus utama, yang tampaknya akan selalu lestari di
Indonesia.
Misalnya, spekulasi ke mana dan seperti apa sosok
bapak di kaleng Khong Guan? Apakah pria itu tidak terlihat sebab sibuk
mengambil foto? Sebagian orang gagah berani menuding prajurit Inggris di wadah
Monde sebagai si bapak yang tak pulang-pulang. Bermacam spekulasi lambat laun
meresahkan saya, yang dipaksa menikmati lelucon-lelucon serupa tapi tak sama
saban tahun.
Bukan hanya saya yang resah sendirian. Hayu Qisthi
Adila (28), praktisi hukum bermukim di Jakarta yang saya tanya pendapatnya
mengenai daur ulang lelucon Khong Guan, merasa geli melihat perkara bapak masih
menjadi spekulasi. Apalagi beragam meme itu muncul beberapa tahun belakangan
saja, ketika biskuit Khong Guan sudah beredar puluhan tahun. "Back then,
aku simply mikir oh bapaknya lagi kerja aja," ujarnya.
"Lately setelah banyak yang ngomongin kupikir
itu malah breaktrough ya. Karena gambar kaleng itu semacam bilang mereka
baik-baik aja tanpa si bapak, karena ibunya super keren; atau yuk nak, kita
tunjukin ke bapak, kita menghargai kerja kerasnya dengan menikmati semua
hidangan enak ini," kata Qisthi.
Gambar mencolok di dua sisi kaleng biskuit merah
berbobot 1.700 gram itu kembali menyita perhatian setelah menjadi bahan lawakan Warkop
DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1, film yang memecahkan rekor jumlah penonton bioskop 2016. Ada
satu adegan menampilkan seorang begal (diperankan Arie Kriting) bersembunyi
dari kejaran aparat di papan iklan Khong Guan. Si begal lolos setelah berhasil
berpura-pura jadi anak ketiga di meja makan.
Tawa kencang ratusan penonton di bioskop yang saya
datangi beberapa bulan lalu, seusai adegan itu muncul, membuktikan lelucon
menyangkut gambar Khong Guan masih bertaji.
Saya tak tahan lagi. Semakin bulat niat saya menemui
Bernardus, memintanya menuntaskan semua spekulasi. Siapa tahu dengan begitu
meme-meme Khong Guan bisa berkurang populasinya.
Bernardus menjawab lempang dengan wajah datar
merespons polah pengguna Internet yang mengubah gambarnya menjadi bahan
lelucon. "Kalau saya masih muda pasti saya bikin gambar-gambar begitu
juga."
Untuk menjawab semua pertanyaan tentang kelahiran
gambar ikonik itu, Bernardus menarik mundur ceritanya hingga 1979 ketika masih
berprofesi sebagai tukang gambar. Usianya 31 tahun kala itu. "Kalau
sekarang kerennya graphic designer," ujarnya. Bernardus termasuk tukang
gambar ilustrasi produk paling dicari di Jakarta pada masa jayanya.
Tawaran menggambar kaleng Khong Guan datang dari
perusahaan separasi warna yang kini telah tutup di Jalan Biak, Kawasan Roxy.
Sampai sekarang, Bernardus tak pernah bertemu langsung keluarga pemilik Khong
Guan.
"Yang memberi order kan perusahaan separasi
itu, saya ingat namanya Pak Bambang."
Terdorong rasa tak sabar, saya kurang ajar menyela
cerita Bernardus. "Lalu sebetulnya bagaimana cerita munculnya ide
menggambar keluarga kaleng Khong Guan?"
Menurut Bernardus, konsep awal datang dari Khong
Guan. Melalui perusahaan perantara itu, Khong Guan meminta kaleng mereka
dihiasi gambar serupa guntingan koran luar negeri yang sudah lecek.
"[Koran] dari Singapura kayaknya, ada huruf cina," tuturnya. Sedikit
informasi, Khong Guan adalah perusahaan asal
Singapura yang melebarkan sayap ke Indonesia akhir 70-an.
Susunannya memang ada seorang ibu dan dua anaknya
dari ras kaukasian di meja makan. Tapi foto asli itu jauh berbeda dari gambar
yang kini populer. "Ditambahkan gambar-gambar biskuit, anaknya terlalu
jauh didekatkan. Semuanya diserahkan ke saya, mau pakai baju apa, warnanya apa.
Susunannya dibikin kompak. Piringnya dibikin supaya kelihatan. Aslinya cuma
ngumpul di meja makan dan itu juga sudah lecek. Memang hanya untuk ide
awal," kata Bernardus.
Lalu, lagi-lagi saya menyela, jadi itulah alasan
tidak ada sosok bapak? Karena materi awalnya memang hanya menampilkan sosok
ibu?
"Karena jaman dulu engga ada tongsis. Jadi
bapaknya yang motret," kata Bernadus, kali ini diiringi tawa kencang.
Saya lemas. Teori spekulasi soal tongsis dan bapak
yang memotret mendekati kenyataan. Saya sempat berharap ketiadaan sosok bapak
merupakan perlawanan visual terhadap gagasan Keluarga Berencana yang ramai
didengung-dengungkan rezim Orde Baru.
Sepersekian detik, setelah tawanya reda, Bernardus
menambahkan. "Khong Guan mungkin juga ada pertimbangan khusus kenapa tidak
ada bapaknya. Mungkin lebih dominan ibu yang beli-beli biskuit. Tapi itu
asumsi, saya sendiri tidak tahu persis," ujarnya.
Lihat Juga:
Kesaksian Jimmy Akin dari Pembenci Katolik Menjadi Pembela Katolik
Nilai Budaya Cukur Rambut di Rumah Adat Suku Mamulak, Kampung Numbei Kabupaten Malaka-NTT
Cinta, Tahta, Harta Mana yang dibutuhkan
Di sisi lain, Bernardus agak heran satu gambar di Khong Guan menjadi sangat populer beberapa tahun belakangan. Baginya gambar itu hanya satu dari ratusan proyek pesanan yang pernah dia garap. Dilupakan setelah honor turun.
Bernardus punya hasrat menggambar tinggi, tapi
takdir menuntunnya menjadi desainer produk.
Karir pria kelahiran Salatiga itu diwarisi dari sang
ayah yang juga seorang pelukis. Lulus SMA, Bernardus merantau, belajar ilmu gambar
serius di Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung.
"Kuliah engga selesai. Di Seni Rupa sudah tahu
duit begitu, ordernya banyak, bolos melulu. Saya dulu sambil kuliah sambil jadi
ilustrator di majalah Aktuil," ungkapnya.
Rupanya Bernardus berperan menghiasi majalah musik populer yang sempat digilai muda-mudi
Indonesia era 1970-an yang digawangi Remy Sylado. "Saya dulu kosnya di
sebelah kantor Aktuil itu. Di Jalan Lengkong Kecil no 41 Bandung. Karena
sebelahan jadinya sering main."
Tawaran menggambar komersial kebanyakan datang dari
Jakarta, sehingga dia kemudian hijrah ke Ibu Kota. Dasar berjodoh, dia lebih
sering berurusan dengan ilustrasi produk biskuit dan kebutuhan rumah tangga.
Dulu semua produk Hero, mulai dari agar-agar, tepung, hingga sirup ilustrasi
kemasannya digambar oleh Bernardus. "Setiap saya ke supermarket, kalau
saya lihat di mana-mana 'wah itu gambar saya, ini juga gambar saya'."
Tapi kira-kira kenapa hanya ilustrasi produk Khong
Guan bisa bertahan sampai sekarang? "Jodohnya biskuit, mungkin karena itu
laku keras jadi takut kalau diganti."
Alasan lain menurut Bernardus, terlepas dari rasanya
enak, Khong Guan populer berkat kaleng yang berkualitas tinggi. Dulu kemasan
biskuit era 70-an hanya plastik yang tidak awet. Perkara kaleng inilah yang
nanti melahirkan guyonan lain soal Khong Guan isi rengginang, biasanya beredar
saban mendekati lebaran.
Saya menghubungi PT Khong Guan mencari keterangan
pembanding. Juru bicara perusahaan sempat menyatakan bersedia menjawab
pertanyaan mengenai sejarah gambar itu melalui email. Namun sampai artikel ini
dilansir, balasan surel tak kunjung diberikan.
Kendati begitu, Khong Guan bukannya tidak sadar gambar
kaleng biskuit mereka menjadi jauh lebih populer berkat kehadiran meme-meme
itu. Tahun lalu, perusahaan sempat hendak menggelar lomba meme kreatif bertema kaleng merah Khong Guan,
namun ide itu urung dilakukan.
Kenalkan, ini ayah saya Bernardus Prasodjo yg
melukis gambar utk kaleng Khong Guan, wafer dll yg sudah tak ada pic.twitter.com/67y8UJKRrG
— Andreas Prasadja (@prasadja) November 7, 2013
Adapun Bernardus dua dekade terakhir sebenarnya
menjalani aktivitas yang berbeda 180 derajat. Dia aktif mengajarkan ilmu
penyembuhan Prana berbasis tenaga dalam yang dipelajari di Filipina. Tak ada
sama sekali urusan gambar-menggambar. Kesibukannya nyaris setiap hari adalah
mengisi seminar penyembuhan dari Jayapura hingga Semarang.
Untung kisahnya tentang Khong Guan tidak ditelan
zaman. Semua itu berkat anak lelakinya yang mengunggah foto sang bapak di
sosmed tiga tahun lalu, saat mereka berjalan-jalan ke supermarket kawasan
Cempaka Mas. Saat itu meme mengenai Khong Guan sedang ramai-ramainya beredar di
Internet. Foto sang anak itulah jejak digital yang menuntun saya menemukan
Bernardus.
Lihat Juga:
Relasi Cinta Kakak Adik dari Satu Rahim
Sang Petualang Pencari Pengetahuan Yakni Manusia Yang Berpikir
Belajar antara Kebiasaan dan Keharusan
"Saya disuruh pegang. Kemudian fotonya
dimasukkan ke Facebook, lalu menyebar ke mana-mana. Langsung permintaan
pertemanan di Facebook saya nambah 400 lebih," kata Bernardus.
Setelah sosoknya diketahui sebagai ilustrator kaleng
Khong Guan, banyak yang bertanya padanya lewat inbox Facebook, menyapa di
jalan, bahkan mewawancarainya seperti yang saya lakukan.
Ini hal yang mengejutkan bagi pria sepuh ramah, yang
sibuk mengajar ilmu penyembuhan dan mengasuh cucu jika sedang di rumah. Dari
bermacam imbas popularitas itu, ada satu pengalaman paling gila yang tak akan
pernah dia lupakan.
"Saya pernah didatangi kolektor jauh-jauh dari
Surabaya," ujarnya tergelak. "Dia minta saya tanda tangan kaleng
Khong Guan miliknya."
***
Artikel ini diambil dari:
https://www.vice.com/id/article/53ggqk/sosok-di-balik-gambar-ikonik-biskuit-khong-guan-menjawab-semua-spekulasi-kita?utm_source=viceidtw&fbclid=IwAR3uBuF5Jky94U8kYa7uMtXHX_pc5HUU9s1hX8IBK0Lmfsl32IHYbxlj6JY