Cerita ini menarik
perhatian banyak orang karena karyanya menjadi sebuah bingkai keberagaman dalam
harmoni religius yang bernilai tinggi.
Eddy Ruswanto yang
merancang dan membuat kolase tersebut menggunakan bahan baku ratusan ribu
lembar majalah dan koran berisikan berita tentang kekerasan terhadap ibu dan
anak dalam rumah tangga.
Pada bulan Desember
tahun 2017, kolase Bunda Maria terbesar di dunia tersebut dipamerkan di Museum
Mahanandi Jalan Raya Jemursari, Surabaya, Jawa Timur.
Menurut keterangan
pemilik museum, Johan Yan kolase tersebut merupakan sebuah upaya untuk
menyuarakan keberpihakan gereja pada perempuan dan anak-anak.
Direktur Utama PT Total
Quality Indonesia itu menjelaskan, kolase itu bermula dari ketertarikan seniman
Kebumen itu terhadap kisah Bunda Maria dari Guadalupe, Meksiko.
Terutama dalam
menghentikan praktik persembahan berdarah lebih dari 50.000 anak di 371 kota
kaum Aztec dan pertobatan delapan juta penduduk Indian pada1531.
"Akhirnya, Eddy
Ruswanto mengumpulkan ratusan ribu lembar majalah dan koran berisikan berita
tentang kekerasan rumah tangga, berita pemerkosaan di India, berita legalitas
aborsi diberbagai belahan dunia, hingga berita pelecehan hak hak
perempuan," katanya.
Lihat Juga:
Filosofi Jagung: Menjadi Ilmu Kehidupan
Hidup Sederhana, Hidup Sesuai Kebutuhan Bukan Hidup Melarat
Ketika Menunggu Menjadi Sebuah Keharusan
Mengakulah Sebagai Anak Kampung Tetapi Bukan Kampungan
Sobekan-sobekan
pemberitaan tentang kekejaman dunia atas perempuan dan anak anak itu disusun
membentuk kolase raksasa Bunda Maria Guadalupe berukuran 3 x 2 meter.
Sobekan-sobekan kertas
tersebut membentuk Image Bunda Maria Guadalupe dari Tilma Juan Diego (Meksiko).
"Ukuran kolase
sebesar 3 x 2 meter yang sedemikian besar itu pun membuat Eddy Ruswanto perlu
membawa truk khusus untuk mengangkut sobekan-sobekan kertas dan pemberitaan
dari seluruh belahan dunia," katanya.
Walaupun seorang
muslim, katanya, dia mengaku mengadakan penelitian terhadap Tilma Juan Diego,
karena ingin menghadirkan Bunda Maria yang berpihak kepada kaum perempuan dan
anak-anak.
Menariknya, seniman
Kebumen tersebut pada waktu itu mempersembahkan kolase itu sebagai hadiah Natal
untuk umat Kristiani di Indonesia.
Selain itu, mahakarya
kolase itu juga dapat menjadi "kado" bagi perempuan dan anak-anak
Indonesia, sekaligus corong pembelaan terhadap hak-hak perempuan dan anak di
Indonesia.
"Gambar Santa
Perawan Maria dari Guadalupe adalah gambar yang diberikan kepada Juan Diego
pada penampakan Bunda Maria pada 12 Desember 1531. Gambar dari Tilma ini kaya
akan simbolisme dalam Gereja Katolik," katanya.*
Referensi Berita:
https://www.ikatolik.net/2021/03/kisah-mengharukan-seniman-muslim-jateng-pembuat-kolase-bunda-maria-terbesar-dunia.html