Sepatu kulit tertua dari zaman batu mengawali tren alas kaki. Tak hanya berfungsi sebagai pelindung kaki tapi juga penunjang penampilan.
Awalnya, orang-orang
membutuhkan alas kaki untuk melindungi kaki mereka. Lambat laun, alih-alih
hanya soal kebutuhan praktis, manusia memakai sepatu lebih karena untuk
mengikuti tren mode.
Adapun kebiasaan
memakai sepatu ini kemungkinan besar sudah jauh lebih lama dibanding temuan
sepatu tertua yang kini ada. Mengutip National Geographic, buktinya adalah fosil manusia berusia
40.000 tahun yang punya tulang jari kaki lemah. Itu bisa dianggap sebagai
pertanda kemungkinan munculnya kebiasaan memakai alas kaki.
Sepatu Oetzi
Di Pegunungan Alpen,
Austria pada 1991 para arkeolog menemukan manusia mumi bernama Oetzi. Ia
berasal dari zaman batu, diperkirakan meninggal sekira 5.300 tahun yang lalu.
Menariknya, ia masih mengenakan sepatu kulitnya.
Sepatu
itu nampaknya dirancang untuk berjalan melintasi salju. Ia pun kedap air
dan bersol lebar. Solnya terbuat dari kulit beruang. Bagian atasnya dari kulit
rusa. Lalu bagian jaring-jaringnya dibuat dari kulit pohon. Jerami diletakkan
di sekeliling kaki di dalam sepatu, sehingga fungsinya mirip kaus kaki modern.
Jahitannya kecil dan tidak terlalu bisa diandalkan mengingat alat yang dimiliki
orang pada saat itu.
Sepatu Kulit Armenia
Sepatu kulit tertua
ditemukan ketika penggalian arkeologis di Gua Armenia. Sepatu ini ditemukan
dalam kondisi masih baik. Perhitungan tanggal radiokarbon menunjukkan sepatu
ini berasal dari sekira 3.500 SM, yaitu masa logam Armenia.
Ditemukan dalam kondisi
terisi rumput, bentuknya nampak seperti moccasin, yaitu sepatu tanpa
hak yang terbuat dari bahan kulit bertekstur lembut. Begitu pula sepatu ini
terbuat dari sepotong kulit sapi. Pada bagian depan dan tumit terdapat jahitan
dari tali kulit.
Ketika dipakai, ia
menutup area tumit dan kaki. Sepatu itu bisa milik laki-laki atau perempuan,
karena tak cukup banyak yang diketahui tentang kaki orang Armenia pada masa
itu. Jika dibandingkan ukuran kaki modern, lebih mirip milik perempuan, yaitu 7
dalam ukuran AS.
Sepatu Mesir
Koleksi The Victoria and Albert Museu |
Sepatu terbuka datar
berbentuk perahu ini terbuat dari anyaman buluh. Talinya juga terbuat dari
buluh yang panjang dan tipis, yang ditutupi oleh potongan buluh yang lebih
lebar. Bentuk sepatu praktis dari masa Mesir Kuno 1550 SM ini berlanjut dengan
gaya yang sama pada abad ke-19.
Sepatu Rami
Koleksi The Victoria and Albert Museu |
Berasal dari 68-56 SM,
sepatu ini terbuat dari beberapa lapisan tanaman rami yang dijahit bersama
dengan cara yang mirip dengan teknik perca atau quilting. Jahitan juga
memiliki fungsi dekoratif. Ini adalah salah satu dari beberapa sepatu yang
ditemukan pada penggalian arkeologis di jalur sutra kuno, Dunhuang utara,
Tiongkok. Contohnya juga dapat dilihat pada kaki tentara terakota Xi'an.
Sepatu Bebat Kaki
Sepatu mungil semacam
ini pernah dipakai perempuan di lingkungan kekaisaran Tiongkok paling tidak
sejak masa Dinasti Song abad ke-10 M. Sejak kecil kaki mereka dibebat agar
pertumbuhan kaki terhambat dan tetap berukuran 8 cm. Pembebatan kaki
menjadi hal biasa pada wanita dengan status sosial yang lebih tinggi. Praktik
ini kemudian dilarang pada 1911.
Poulaine
Pada abad ke-12 para
perajin sepatu Eropa mulai membuat sepatu berujung lancip. Gaya sepatu ini
populer disebut poulaine. Mereka memiliki ujung runcing yang sangat sempit
dan terbuat dari kulit. Bentuknya makin ekstrim pada akhir abad ke-14. Mereka
memakai sepatu sempit yang ujungnya lancip mengarah ke atas.
Kala itu banyak orang
menjadi korban mode. Sebagian bangsawan berpesta dengan sepatu yang begitu
panjang dan sempit, hingga mereka terpaksa menalikan ujung sepatu di pita
elastis yang dipasang di sekitar lutut mereka. Di lingkungan istana Inggris
terutama, kaum bangsawannya begitu ekstrem mengikuti gaya ini. Akibatnya,
mereka sulit berjalan. Itu sampai membuat dikeluarkannya aturan yang mengatur
panjang sepatu.
Sepatu Ujung Bulat
Koleksi The Victoria and Albert Museu |
Pada awal 1500-an, di
Inggris bisa ditemukan beraneka macam bentuk sepatu. Namun, sepatu berujung
kotak adalah yang terpopuler. Namun, beda untuk anak-anak, bentuk sepatu mereka
berujung bundar, seringnya berbahan kulit, dengan satu tali pengait di bagian
atas melintang dari sisi satu ke sisi lainnya. Model sepatu ini hingga kini
masih dijumpai, khususnya sebagai model sepatu anak-anak.
Sepatu Cocor Bebek
Henry VIII mengenakan sepatu berujung cocor bebek dalam lukisan Hans Holbein the Younger. |
Pada abad ke-16 sepatu
menjadi lebih pendek dengan ujung yang lebih bulat, dan model sepatu cocor
bebek masuk ke pentas mode. Contohnya, pada lukisan dari 1536 menampilkan Raja
Henry VIII dari Inggris berpose dengan mode busana paling mutakhir saat itu. Ia
mengenakan sepatu cocor bebek dengan lapis atas berpola sayatan. Sepatu ini
diberi bantalan agar bentuk tetap lebar.
Sepatu Hak Tinggi
Louis XIV mengenakan sepatu hak tinggi dalam lukisan Hyacinthe Rigaud. |
Selama periode Renaisans, raja-raja di Eropa sering memakai sepatu berhak sangat tinggi untuk menunjukkan supremasi mereka. Mereka juga bisa tetap berjalan anggun di atas kubangan air, karena tinggi hak sepatu mereka terkadang bisa mencapai 30 cm.
Sepatu ini adalah
prototipe sepatu platform modern. Raja Louis XIV dari Prancis disebut-sebut
memainkan peran penting yang membuat sepatu berhak tinggi popular.
Chopine
Chopine adalah
jenis platform untuk perempuan yang populer pada abad ke-15, 16, dan 17
M. Chopine populer dipakai di Venesia oleh pelacur hingga perempuan
ningrat sejak 1400-an hingga 1700-an.
Awalnya sepatu ini
digunakan sebagaimana bakiak, yaitu untuk melindungi sepatu dan pakaian dari
lumpur dan tanah jalanan. Selain fungsi praktisnya, tinggi hak chopine menjadi
petunjuk simbolik bagi status sosial si pemakai. Semakin tinggi sepatunya,
makin tinggi statusnya.
Selama era Renaissance, chopine menjadi
barang mahal. Beberapa tingginya bisa lebih dari 50 cm. Pada 1430,
ketinggian chopine pun dibatasi oleh hukum Venesia hingga tiga inci.
Namun aturan ini diabaikan.
Gaya Barok (Baroque)
Sebagai kesenian,
aliran ini berkembang di Eropa sekira abad ke-16 hingga abad ke-18. Ini
ditandai dengan gaya yang kompleks dan kecenderungan akan keagungan dan
kemewahan. Gaya ini pun mempengaruhi mode, khususnya model sepatu. Bahan
beludru, satin, sutra, hiasan berbunga-bunga dan batu permata mewarnai
sepatu-sepatu pada era ini. Itu baik yang dikenakan laki-laki maupun perempuan.
Keterampilan hebat pun dibutuhkan bagi para pembuat sepatu. Tak ada produk
masak pada era ini, karena masing-masing sepasang sepatu dibuat dengan tangan.
Khususnya ketika
Charles II dikembalikan ke takhta pada 1660 muncul lagi perubahan mode. Sepatu
berhak merah menjadi populer di Inggris. Terutama, gaya sepatu ini untuk
menunjukkan status, baik untuk perempuan maupun pria.
Sepatu Bot Kulit
Arthur Wellesley, Duke of Wellington mengenakan sepatu bot kulit dalam lukisan Thomas Lawrence. |
Selama abad ke-18, Perang Napoleon berlangsung. Namun begitu perang berlalu, pada abad ke-19 model sepatu menjadi lebih praktis. Ini pun kemudian membedakan model sepatu laki-laki dan perempuan dan menandai berakhirnya sepatu berhak tinggi bagi laki-laki karena model itu lebih disukai perempuan. Sementara laki-laki lebih suka yang praktis, seperti sepatu bot kulit.
Sepatu Trendi
Audrey Hepburn dengan kitten heels dan The Beatles dengan sepatu chelsea. |
Tren baru muncul pada
paruh kedua abad ke-20 dengan melejitnya budaya pop Amerika yang dikaitkan
dengan keinginan untuk menjadi berbeda, unik dan menjadi bagian dari subkultur
tertentu. Bahan baku yang lebih murah, struktur baru dan gaya hidup yang
berbeda mengubah citra pria dan wanita. Alas kaki yang mewah dan berkualitas
tinggi diubah oleh alas kaki yang trendi dan selalu berubah warna. Aktor dan penyanyi
Hollywood sangat mempengaruhi popularitas dari model sepatu tertentu. Band The
Beatles misalnya, mempopulerkan sepatu Chelsea, aktris Audrey Hepburn
mempopulerkan sepatu kitten heels.