JAKARTA,
HUMAS MKRI - Untuk menjaga konstitusionalitas warga negara, maka pengujian
undang-undang adalah suatu keharusan sebagai wujud perimbangan kekuasaan negara
dan perlindungan hak konstitusional warga negara. Demikian kalimat pembuka yang
disampaikan Ketua MK Anwar Usman dalam kegiatan Law Talks yang
diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada Jumat (8/1/2021)
secara daring.
Jika menelusuri sejarah,
Anwar menyebutkan pada praktiknya jaminan konstitusional warga negara bagi
bangsa Indonesia telah mengalami beberapa kali pasang surut. Mulai dibentuknya
BPUPK yang di dalamnya pun terdapat tim yang mendesain konstitusi hingga
kemudian bergulirnya Reformasi 1998 yang memengaruhi konstitusi pada masa
setelahnya. Pada hakikatnya, sambung Anwar, upaya pengubahan Konstitusi pada
awalnya merupakan upaya dari menjaga keseimbangan dari penyelenggara negara.
Misalnya, ketiadaan pembatasan kekuasaan presiden sehingga memungkinkan bagi
presiden untuk berkuasa dengan perannya yang dominan. Selain itu, norma yang
ada pada konstitusi sebelum adanya pengubahan, dinilai sangat bersifat
subjektif sehingga perlu dibuat norma-norma baru.
Baca Juga:
Cinta Sejati itu Indah dan Bahagia (Pelihara dan Rawatlah)
Jangan Menciptakan Aku, Jika Kamu Mencintaiku. Aku, Kamu Menjadi Kita
Guru: Sebatang Kapur Putih dan Papan Hitam, "Selalu Menjemput Matahari Terbit"
Suanggi: Ilmu Hitam Yang Paling ditakuti di Wilayah Indonesia Timur
"Setelah
dilakukannya pengubahan undang-undang, hanya ada 12% norma lama dan 88% sisanya
norma baru," sebut Anwar dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh beberapa
pemateri, di antaranya Peneliti MK Nalom Kurniawan, Iskandar Muda, dan Tri
Sulistiyowati.
Dalam kegiatan Webinar
Nasional dengan tema “Kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagai The
Guardian of Constitutions dalam Menjamin Hak-Hak Konstitusi Masyarakat”
ini, Anwar menyebutkan adanya pengubahan norma pada konstitusi tersebut juga
mengubah struktur lembaga negara termasuk dibentuknya lembaga seperti MK dan
KY. Sehingga, tak ada lagi format lembaga negara tertinggi dan yang ada hanya
lembaga negara yang sederajat. Hal inilah yang dalam pandangan Anwar mulai
dikenal ya sebagai konsep check and balances atau keseimbangan
antarcabang kekuasaan negara.
Konsep keseimbangan
kekuasaan yang saat ini berlaku atau pascaperubahan UUD 1945, juga mengubah
paradigma konsep demokrasi yang telah dianut Indonesia. Konsep demokrasi tidak
lagi semata hanya didasarkan kepada legitimasi pemilu yang diberikan oleh
rakyat kepada wakil-wakilnya yang duduk di legislatif dan eksekutif, melainkan
juga keseimbangan paham antara demokrasi dengan pelaksanaan norma konstitusi
yang telah disepakati sebagai ketentuan/norma tertinggi dalam bernegara. Oleh
karena itu, perlu disediakan sebuah mekanisme institusional dan konstitusional
guna mengatasi kemungkinan terjadinya sengketa antarlembaga negara yang telah
sederajat tersebut. Seiring dengan hal ini, muncul pula desakan agar tradisi
pengujian peraturan perundang-undangan perlu ditingkatkan, tidak hanya terbatas
pada peraturan di bawah undang-undang saja, melainkan juga atas UU terhadap UUD
sebagai aturan tertinggi dalam bernegara.
"Maka kewenangan
melakukan pengujian UU terhadap UUD itu diberikan kepada sebuah mahkamah
tersendiri, di luar Mahkamah Agung, yang melahirkan Mahkamah Konstitusi yang
berdiri sendiri di samping Mahkamah Agung menjadi sebuah keniscayaan,"
cerita Anwar yang menghadiri kegiatan secara virtual.
Pada pembahasan
berikutnya, Anwar juga mengemukakan mengenai kewenangan MK yang diamanatkan UUD
1945. Selain Itu, Anwar jg menjabarkan upaya MK dalam melaksanakan tugasnya
untuk melindungi hak konstitusionalitas warga negara akibat kebijakan politik
yang berpotensi melanggar hak-hak warga negara. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari
Sumber:
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16868&menu=2