Mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo kembali melakoni pekerjaan lamanya sebagai tukang las di Kecamatan Pucangsawit, Solo, Jawa Tengah, Jumat (19/2/2021). |
Pada saat seseorang mulai menjabat, sering kita
temukan pernyataan bahwa jabatan itu adalah amanah atau kepercayaan semata
untuk suatu periode tertentu atau sementara. Sesuatu (jabatan) yang dimulai,
pasti akan berakhir, cepat atau lambat, siap atau tidak, kapan pun juga.
Namanya juga sementara. Memang ada jabatan seumur hidup seperti Paus, namun
tidak banyak jabatan seperti itu.
Demi martabatnya sebagai pejabat dan agar mampu
bekerja optimal, kepada orang itu disediakan kemudahan untuk hidup layak dan
sejumlah fasilitas penunjang kerja. Misalnya berupa tempat tinggal, kendaraan,
asisten, anggaran operasional, alat kerja, jaminan kesehatan, asuransi, dana
pensiun, dan sebagainya. Kemudahan lainnya adalah seperti jalannya dilancarkan
saat macet, namanya disebut saat sambutan, menu yang lebih istimewa, dan
lain-lain. Saat jabatannya berakhir, ikut berakhir pula semua fasilitas
penunjang itu, kecuali sedikit yang masih tinggal melekat atas namanya
(misalnya asuransi jiwa atau kesehatan).
Lebih daripada itu, ada pejabat yang juga mendapat
fasilitas penunjang seperti untuk kebugaran, klub sosial (membership), kartu
kredit, diskon, dan sebagainya. Lain organisasi dan jenjang kepangkatan,
memberikan fasilitas berbeda, antara yang lokal, nasional dengan internasional;
pemerintah atau swasta; komersial atau sosial atau kegamaan.
Seringkali fasilitas penunjang jabatan itu ikut
digunakan untuk kegiatan yang lebih luas daripada yang berhubungan dengan
jabatannya saja. Misalnya untuk keperluan pribadi, pasangan hidup, anak-anak,
bahkan keluarga besar hingga rekan-rekannya. Ada organisasi yang tegas
memberikan panduan mana yang boleh atau tidak, dengan batas toleransi tertentu
atau bahkan sanksi sekaligus.
Kenikmatan bagi orang yang tak semestinya, melampaui
peruntukan dari fasilitas penunjang itu. Pada akhir jabatan, sang pejabat bisa
saja siap melepaskan semua fasilitas penunjang kerjanya, tetapi belum tentu
bagi keluarga dan rekan-rekannya. Seorang anak kecil akan merasakan kehilangan
ketika sudah tidak ada lagi kendaraan dinas orang tuanya yang antar jemput
sekolah, atau kolam renang di rumah.
Lihat Juga:
Telaah Singkat Atas Alam Pikiran Masyarakat Kampung Numbei, Kabupaten Malaka NTT
Obral Janji Politik, Utang Yang Harus Dibayar?
Pemimpin Sejati Bagaikan Mencari Jarum Dalam Tumpukan Jerami
Antara Hak Pakai dan Milik Pribadi
Hak pakai atas semua fasilitas penunjang jabatan itu
sifatnya sementara selama menjabat. Karena itu bijaklah selama menjabat, hak
pakai itu tidak lantas dianggap sebagai milik pribadi. Sebab, saat jabatannya
berakhir, lenyap pula semua fasilitas penunjang itu.
Pejabat yang sadar hal itu, akan mampu membuat sikap
yang jelas dan tegas, agar pemanfaatan semua fasilitas penunjang itu adalah
semata-mata untuk dirinya sebagai pejabat dan selama menjabat saja. Oleh karena
itu, ada pejabat yang menolak untuk tinggal di rumah jabatan. Alasan
sederhananya adalah karena tidak mau repot pindah rumah dan kembali lagi dalam
waktu yang tidak jelas.
Ada juga yang memilih tetap nyaman dengan kendaraan
pribadinya. Bahkan melarang keluarga selain dirinya untuk menggunakan kendaraan
dinas tanpa dia atau sopir ikut berada di dalamnya. Akan sulit
mempertanggungjawabkannya bila kendaraannya bermasalah saat dipakai oleh orang
yang tak berhak.
Banyak orang yang mendadak menjadi pejabat, tidak
selalu siap dengan membanjirnya aneka fasilitas yang tersedia baginya. Ada
fasilitas yang sifatnya kebutuhan primer berarti tambahan dari yang telah
dimilikinya selama ini. Ada yang sifatnya sekunder, artinya pelengkap saja.
Kalau fasilitas tersier, artinya kemewahan yang tidak perlu ada. Semakin lama
seseorang menjabat dengan aneka fasilitas penunjang itu, makin nikmat dan
terbenamlah ia dan keluarganya dengan semua kemudahan itu.
Sampai saatnya tiba jabatan itu berakhir. Entah
karena periodenya sudah habis, adanya halangan tetap seperti sakit berkepanjangan
sampai kematian, perubahan organisasi, relokasi, atau alasan lainnya.
Seorang (mantan) pejabat (dan keluarganya) yang
mampu memisahkan diri dari semua kemudahan itu, dapat dengan mudah melanjutkan
kehidupan dengan segala kebutuhan pokoknya tanpa terkendala. Ia telah menabung
dengan menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memperbaiki fasilitas pokok
miliknya sendiri seperti rumah. Ia mencukupkan kebutuhan anak-anaknya menempuh
pendidikan agar bisa hidup mandiri. Ia menjaga gaya hidupnya agar tetap sehat
dan realistis, belajar menambah wawasan, memperluas jejaring, dan selalu
menjaga integritas.
Tetap Menjadi Diri Sendiri
Godaan atau halangan terbesar ketika seseorang
mendapatkan jabatan adalah mempertahankan jati dirinya sendiri. Seseorang yang
terbiasa hidup hemat sejak muda dan cermat menghitung biaya, harus berkompromi
dengan standar citra organisasi dan jabatan yang harus ditampilkannya.
Dalam perjalanan waktu, seorang pejabat dituntun
untuk berubah seturut kebutuhan organisasi. Orang menjadi sulit untuk tampil
dengan pakaian seadanya lagi, makan di warung kesukaan, bergaul dengan
komunitas lamanya, dan sebagainya. Tetapi harus sigap berbahasa casciscus,
main golf, nonton konser, berlibur akhir pekan di Bali, naik moge atau gowes
menggunakan sepeda bermerk. Tidak ada yang salah dengan semua standar hidup
ini, namun menjadi beda karena bukan jati dirinya.
Seseorang yang memiliki kompetensi tertentu, akan
dapat selalu mempertahankan posisi strategisnya dengan segala fasilitas
kenikmatan itu. Orang itu bisa pindah dari sebuah organisasi ke organisasi yang
lain, syukur-syukur dengan imbalan yang lebih baik lagi. Bisa juga pindah
kuadran (fungsional) agar tetap relevan, seperti mantan atlet yang karena
faktor usia beralih menjadi pelatih.
Tetapi yang langgeng adalah orang-orang bijak yang
mampu mempertahankan jati dirinya sendiri. Mereka yang berumah di atas alas
batu, bukan di atas pasir yang mudah terbawa angin. Sekali pun hidupnya tetap
sederhana, tidak menonjolkan diri, bukan pula pesohor. Tetapi kedalaman pikir
dan karyanya memberi makna bagi orang banyak.
Itulah jati diri yang sesungguhnya. Orang seperti
mantan pejabat itu tidak canggung untuk kembali ke habitatnya. Dengan cepat dan
mudah, tanpa beban apapun.
Cosmas Christanmas, Kontributor |
***
Referensi Artikel:
https://www.hidupkatolik.com/2021/02/24/51982/kembali-ke-tukang-las-sang-mantan-pejabat-tanpa-beban.php