Hingga Februari 2023
lalu harga beras paling tinggi berada pada kisaran Rp 13 hingga 15 ribu.
Adapun harga beras paling mahal berdasarkan data yang dihimpun Setapak Rai Numbei terjadi di Flores Timur dengan harga per kilogram yakni Rp 15 ribu.
Fenomena harga beras yang terus melambung ini tentu menjadi anomali mengingat
provinsi berbasis kepulauan itu sebagian besar warganya merupakan petani dan
memiliki lahan sawah.
Disisi lain, harga beras di hampir semua wilayah NTT sejak
2022 lalu hingga saat ini tidak berbanding lurus dengan data yang dirilis Badan
Pusat Statistik (BPS) NTT.
Data Perkembangan
indeks harga konsumen BPS NTT yang
dirilis pada Rabu 1 Maret 2023 menyebutkan, produktivitas padi dan
beras di NTT sejak
2022 lalu hingga awal 2023 mengalami peningkatan.
Adapun luas area
persawahan di NTT saat
ini berdasarkan data BPS adalah
155.520 hektare. Dari luasan lahan tersebut, pada 2022 lalu BPS mencatat produksi padi mengalami
peningkatan dibanding dengan tahun sebelumnya atau tahun 2021.
Pada tahun 2022
hasil produksi padi di NTT mengalami
peningkatan 3,30 persen dengan total produksi sebesar
756,05 ribu ton. Sementara untuk beras yang dihasilkan dari peningkatan produksi ini
di tahun 2022 adalah sebanyak 442,84 ribu ton beras.
Sementara untuk tahun
2023 ini, produksi beras
diprediksi akan kembali mengalami peningkatan. BPS memprediksi
pada periode Januari hingga April 2023 diprediksi akan kembali mengalami
peningkatan sebesar 31,96 persen.
Hitungan ini
didapatkan BPS berdasarkan
angka luas panen dan potensi luas panen lahan persawahan di NTT.
Jika merujuk pada
data BPS tersebut,
kenaikan harga
beras yang terus melejit di NTT seharusnya
tidak terjadi. Belum lagi pada awal Januari 2023 lalu, Provinsi NTT mendapatkan
jatah beras impor dari
Vietnam sebanyak 5 ribu ton. *** BPS