Uskup San Carlos, Mgr.
Gerardo Alminaza dan Uskup Emeritus Sorsogon, Mgr. Arturo Bastes, mengatakan
pada 4 Agustus bahwa film Maid in Malacanang menampilkan kisah buruk
tentang para anggota Ordo Karmelit.
Uskup Alminaza
mengatakan film itu, yang memperlihatkan para suster Karmelit bermain mahjong,
permainan solitaire China yang terkait dengan perjudian, bersama dengan
mendiang Presiden Corazon Aquino, sebagai “tidak tahu malu.”
“Produser, penulis
naskah, sutradara dan mereka yang mempromosikan film ini harus secara terbuka
meminta maaf kepada para biarawati Karmelit, keluarga Presiden Cory
Aquino dan rakyat Filipina,” kata Uskup Alminaza seperti dikutip CBCP
News.
Para uskup itu
mengatakan film itu salah karena ada penyimpangan sejarah sehingga patut
diboikot.
“Sejarah macam apa yang
ditampilkan film itu kepada rakyat Filipina? Ini adalah film yang tidak
didasarkan pada kebenaran dan fakta. Ini adalah sebuah penyimpangan, maka
masyarakat tidak boleh mendukungnya,” kata Uskup Alminaza saat
diwawancara Radio Veritas, yang dikelola Gereja.
Uskup Bastes menulis di
Facebook bahwa film itu dibumbui dengan kebohongan sejarah yang dilakukan oleh
keluarga Marcos.
“Kebohongan mereka
[keluarga Marcos] tentang fakta sejarah membuatnya menggelikan bagi seluruh
dunia. Seluruh dunia tahu siapa mereka! Lebih baik mereka dengan rendah hati
mengakui dosa-dosa mereka terhadap bangsa kita, bertobat dan membuat perubahan
yang benar,” katanya.
Para suster Karmelit
dalam sebuah pernyataan sebelumnya keberatan dengan kisah dalam film itu
setelah cuplikannya yang dirilis pada 1 Agustus.
“Perlu diketahui bahwa
tidak ada orang yang bertanggung jawab atas produksi film itu yang datang
kepada kami untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Setiap penulis naskah atau sutradara film yang serius bisa menunjukkan
ketekunan sebelum membuat film seperti itu,” kata pernyataan itu.
Para suster mengatakan
film itu adalah penyimpangan sejarah karena mengisahkan kebalikan dari apa yang
“sebenarnya” dilakukan kongregasi itu selama hari-hari terakhir Presiden
Ferdinand Marcos Sr berkuasa.
“Itu [film] menunjukkan
sementara nasib negara dalam bahaya, kami bermain kartu dengan santai.
Fakta yang benar adalah kami berdoa, berpuasa dan membuat bentuk pengorbanan
lain untuk perdamaian di negara ini dan mendorong rakyat untuk menang,”
tambah para suster.
Para suster lebih
lanjut mengklarifikasi bahwa upaya mereka menerima mantan presiden itu, yang
merupakan pemimpin oposisi saat itu, di biara mereka berisiko bagi keamanan
mereka. Namun, mereka melakukannya untuk memulihkan demokrasi di Filipina.
“Kami tahu bahayanya
membiarkan Nona Cory Aquino bersembunyi di biara kami. Tetapi, kami juga berdoa
dengan menyadari risikonya, dan sebagai kontribusi kami mengakhiri rezim
diktator. Bahkan kami siap membelanya dengan cara apa pun.”
Namun, seorang warga
Manila mengatakan Gereja Katolik terlambat dalam melakukan upaya mencegah
orang-orang menonton film tersebut karena ribuan tiket telah dibagikan secara
gratis oleh beberapa “relawan.”
“Banyak dari kami
menerima tiket secara gratis dan ratusan, bahkan ribuan, juga dibagikan secara
gratis. Semakin banyak cerita film tersebut menjadi viral, semakin banyak orang
yang penasaran dan menontonnya,” kata Gerard Joloso kepada UCA News.
Sumber: Filipino
bobishops call for Marcos film boycott