Dirresnarkoba Polda
NTT, Kombes Pol. Ardiyanto Tedjo Baskoro, S.H., S.I.K., M.H.,
didampingi oleh Kabidhumas Polda NTT, Kombes Pol. Henry Novika Chandra, S.I.K., M.H., serta Kasubdit Provost Bidpropam
Polda NTT, Kompol Januarius Seran, S.H di Lobi Humas Polda NTT, Selasa
(25/3/2025).
Kombes Pol. Ardiyanto
Tedjo Baskoro menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari penangkapan seorang pria
berinisial HYR (27) pada Minggu, 10 November 2024, di Kota Kupang. Dari tangan
tersangka, polisi menyita 15 botol poppers berukuran 10 ml.
“Hasil penyelidikan
mengungkap bahwa Hen membeli poppers melalui aplikasi TikTok sebanyak sembilan
kali, dengan setiap transaksi melibatkan pembelian 20 botol. Barang tersebut
kemudian ia jual kembali dengan harga lebih tinggi melalui media sosial seperti
WhatsApp, Line, Michat, dan Wala,” ungkap Kombes Pol. Ardiyanto Tedjo Baskoro
Kombes Pol. Ardiyanto
Tedjo Baskoro menjelaskan bahwa HYR diketahui membeli poppers seharga Rp120.000
per botol dan menjualnya kembali dengan harga Rp200.000 per botol. Sejak
pertama kali berjualan, ia telah menjual lebih dari 100 botol. Padahal, Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan peringatan publik pada 13
Oktober 2021 yang melarang penggunaan poppers karena mengandung isobutyl
nitrite, zat yang dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, hingga kematian
jika disalahgunakan.
Dari hasil pemeriksaan
lebih lanjut, polisi berhasil menelusuri jaringan pemasok yang lebih besar. Hen
mengaku mendapatkan barang tersebut dari seorang pria bernama Jefri Hutasoit
yang berdomisili di Bekasi. Jefri diketahui aktif mempromosikan poppers melalui
siaran langsung di TikTok.
HYR kemudian memesan
barang dari JH menggunakan akun TikTok dan berkomunikasi lebih lanjut melalui
WhatsApp. JH berperan sebagai afiliator atau perantara yang menjual produk
tersebut di media sosial dan menerima komisi Rp10.000 untuk setiap botol yang
terjual. Barang tersebut diperoleh dari sebuah toko online yang dimiliki oleh
SW.
Dalam pengembangan
kasus ini, polisi akhirnya berhasil menangkap JH di Jakarta pada 18 Maret 2025,
serta SW di Surabaya pada hari yang sama. SW diketahui mendapatkan produk
poppers dengan cara mengimpor langsung dari China melalui platform e-commerce.
Ketiga tersangka kini
telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 435 jo Pasal 138 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan jo Pasal 55 Ayat (1)
ke-1 KUHP. HYR terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara, sementara JH dan SW
juga telah resmi ditahan dengan Surat Penahanan yang diterbitkan pada 19 Maret
2025.
Dalam konferensi pers,
Polda NTT menghadirkan dua tersangka dan memamerkan sejumlah barang bukti,
termasuk botol poppers yang disita serta alat komunikasi yang digunakan untuk
transaksi.
“Kami tidak akan
memberikan ruang bagi pelaku kejahatan narkotika dan obat keras ilegal. Kami
mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam membeli produk obat-obatan,
terutama yang diperoleh melalui platform digital,” jela Kombes Pol. Ardiyanto
Tedjo Baskoro.
Kabidhumas Polda NTT,
Kombes Pol. Henry Novika Chandra, menambahkan bahwa kepolisian terus
berkomitmen dalam memberantas peredaran obat keras ilegal yang membahayakan
masyarakat.
“Kami mengajak
masyarakat untuk segera melaporkan jika menemukan indikasi peredaran
obat-obatan terlarang di lingkungan sekitar. Sinergi antara kepolisian dan
masyarakat sangat penting dalam menjaga keamanan dan kesehatan publik,”
ujarnya.
Dengan pengungkapan jaringan
ini, Polda NTT berharap dapat menekan peredaran obat keras ilegal dan
memberikan efek jera bagi para pelaku yang mencoba menyalahgunakan platform
digital untuk transaksi obat-obatan terlarang. *** tribratanews.polri.go.id