Penalaran kritis kita
tentang pemaduan ideologi ekonomi dan sosial tentu saja berpijak dari realitas
bahwa Indonesia merupakan sebuah negara dengan puluhan ribu desa. Indonesia
sesungguhnya menyimpan peluang sangat besar untuk mengembangkan model pembangunan
desa yang sinergis, memadukan modal sosial, kapitalisme, dan liberalisme.
Inilah saatnya menciptakan paradigma baru: Model Pembangunan Desa Berbasis
Sinergi Inklusif, di mana kekuatan kolektivitas, efisiensi ekonomi, dan
kebebasan individu bersatu untuk menciptakan desa yang mandiri, berdaya saing,
dan berkeadilan secara berkesinambungan. Model Pembangunan Desa sebagai jalan
baru untuk Membangun Desa Mandiri, Berdaya Saing Dan Berkeadilan Secara
Berkesinambungan.
Modal Sosial: Fondasi yang Menyambung Tradisi dan
Masa Depan Desa
Bagi masyarakat desa di
Indonesia, modal sosial merupakan napas kehidupan. Tradisi luhur seperti gotong
royong, musyawarah desa, dan norma lokal menjadi pengikat yang menciptakan
solidaritas dan kepercayaan antarwarga di desa tersebut. Modal sosial ini bukan
semata-mata sebagai alat untuk memperkuat kohesi sosial, tetapi justru menjadi
modal yang sangat penting dalam pembangunan desa.
Contoh konkretnya
adalah bagaimana gotong royong warga desa sering kali menjadi andalan utama
dalam membangun infrastruktur dasar seperti: jalan, jembatan, saluran irigasi,
tempat ibadah, dan berbagai fasilitas publik lainnya di desa. Pengelolaan
koperasi desa merupakan contoh kongkret lainnya terkait penerapan modal sosial
di kehidupan nyata masyarakat desa. Termasuk juga jaringan solidaritas lokal
terbukti mampu menopang kebutuhan dan menjadi jaring pengamanan masyarakat desa
secara kolektif dalam situasi sulit seperti saat terjadi krisis ekonomi dan
pandemi. Namun, potensi besar di desa semacam ini sering kali terhambat oleh
problematika klasik yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi. Di sinilah
kapitalisme dan liberalisme hadir untuk memberikan solusi dalam pembangunan
desa.
Kapitalisme: Mesin Pertumbuhan Ekonomi Desa
Kapitalisme dalam konteks
pembangunan desa tidak harus berwajah perusahaan ataupun korporasi raksasa yang
mengambil alih lahan, memonopoli rantai pasok perdagangan, atau meminggirkan
masyarakat. Sebaliknya, kapitalisme yang dimaksudkan justru berupa unit usaha
yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat desa agar dapat menjadi
penggerak ekonomi lokal di desa.
Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) merupakan contoh nyata penerapan kapitalisme yang berbasis komunitas
di desa. BUMDes diharapkan mampu mengelola potensi lokal seperti pariwisata,
pertanian, perikanan, dan industri kerajinan menjadi sumber pendapatan
masyarakat desa yang signifikan. Desa Ponggok di Jawa Tengah serta desa-desa
lainnya di seluruh Indonesia menjadi bukti nyata penerapan kapitalisme dalam
pembangunan desa. Dengan memanfaatkan sumber daya lokal di desa dan pengelolaan
yang profesional, desa-desa tersebut berhasil mencatatkan pendapatan miliaran
rupiah setiap tahunnya, sekaligus membuka lapangan kerja bagi sebagian besar
warga desa.
Kapitalisme semacam ini
menjadi sangat relevan jika dijalankan di desa-desa dengan pendekatan yang
inklusif. Keuntungan badan usaha yang dikelola secara profesional tidak hanya
dinikmati oleh segelintir orang saja, melainkan dapat diputar kembali dan
dikembangkan untuk kepentingan masyarakat secara luas di desa. Pengembangan
kemitraan dengan sektor swasta dan investasi teknologi untuk mendukung
efisiensi produksi dan perluasan pemasaran hasil produksi dapat diselenggarakan
oleh koperasi dan UMKM di desa. Realitas implementasi kapitalisme semacam ini
dapat diterapkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan
keseimbangan sosial dan kesinambungan pembangunan di desa.
Liberalisme: Mendorong Kebebasan dan Inovasi Desa
Liberalisme, yang
memberikan ruang bagi setiap individu untuk berkembang dan berinovasi,
merupakan salah satu kunci penting dalam percepatan pembangunan desa. Kebebasan
untuk mengembangkan ide usaha, mengakses teknologi, dan menentukan arah
pembangunan desa tanpa intervensi birokrasi yang berlebihan akan menciptakan
kehidupan desa yang dinamis, kreatif dan berkemajuan.
Program pemberdayaan
wirausaha untuk masyarakat seperti pelatihan produksi berwawasan lingkungan dan
digital marketing untuk petani atau pengrajin di desa merupakan salah satu
contoh konkret liberalisme pengembangan UMKM dalam pembangunan desa. Dengan
memanfaatkan teknologi digital yang difasilitasi oleh pemerintah, masyarakat
desa diharapkan menjadi mampu menjual produk mereka ke pasar lokal, nasional
bahkan global. Desa-desa dengan sentra produksi unggulan, telah berhasil
memanfaatkan teknologi digital untuk mengembangkan dan memasarkan produk lokal
mereka, mulai dari kopi hingga kain batik dan seterusnya.
Namun, penguatan
liberalisme di desa seperti ini perlu tetap diarahkan dalam koridor yang tidak
bertentangan dengan kebijakan nasional pembangunan desa serta budaya dan
kearifan lokal masyarakat desa. Liberalisme di desa agar selalu diupayakan
dengan tidak mengikis nilai-nilai sosial dan budaya luhur masyarakat yang ada
dan lestari di desa tersebut.
Model Pembangunan Desa
Berbasis Sinergi Inklusif: Jalan baru untuk membangun desa yang mandiri,
berdaya saing, dan berkeadilan secara berkesinambungan.
Mengharmonikan Tiga Pilar dalam Konteks Indonesia
Sinergi modal sosial,
kapitalisme, dan liberalisme dalam pembangunan desa memerlukan kerangka kerja
yang inklusif dan berbasis potensi desa. Berikut merupakan langkah-langkah
konkret untuk mewujudkan harmoni tiga ideologi ekonomi dan sosial dimaksud:
1. Pemetaan Aset dan
Potensi Desa: Identifikasi aset dan keunggulan lokal di desa, termasuk sumber
daya alam, sosial, budaya, tenaga kerja, dan sebagainya sebagai dasar
perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi pembangunan desa.
2. Penguatan
Kelembagaan Lokal: Peran BUMDes, kelompok tani, kelompok usaha, koperasi,
organisasi pemuda dan sebagainya perlu ditingkatkan dengan pelatihan
keterampilan produksi, kewirausahaan, digitalisasi, manajemen, dan kepemimpinan
untuk mendukung kesiapan dalam menghadapi globaliasi dan disrupsi teknologi.
3. Jejaring Kemitraan
dengan Sektor Swasta: Penguatan jejaring kemitraan dalam investasi melalui
penyelenggaran kerja sama dengan investor lokal maupun nasional untuk
memperkuat kapasitas produksi dan perluasan pemasaran produk desa.
4. Akses Informasi dan
Inovasi Berbasis Teknologi: Perluasan akses masyarakat desa terhadap internet
dan teknologi digital untuk mengembangkan dan memasarkan potensi lokal yang
tersedia di desa.
5. Resolusi Konflik dan
Akuntabilitas Partisipatif: Perluasan kesempatan partisipasi masyarakat (civic
engagement) dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan desa untuk penguatan
hubungan dan kepercayaaan publik serta legitimasi pembangunan desa.
Mengapa Model Pembangunan Desa Ini Relevan untuk
Indonesia?
Indonesia merupakan
negara dengan kekayaan dan potensi sosial-budaya di desa yang luar biasa.
Namun, desa-desa di Indonesia juga sedang menghadapi dinamika dan realitas
ekonomi, migrasi, urbanisasi, bahkan globalisasi. Model pembangunan desa
berbasis sinergi inklusif ini tidak hanya menjawab kebutuhan lokal, tetapi juga
menempatkan desa sebagai pemain penting dalam perekonomian nasional di
Indonesia.
Kebijakan Dana Desa
yang terus meningkat setiap tahun merupakan peluang untuk menerapkan model
pembangunan desa ini secara masif dan bercakupan luas. Kuncinya adalah
mengintegrasikan nilai-nilai kolektif, prinsip efisiensi ekonomi, dan kebebasan
individu dalam kerangka pembangunan desa yang berpihak pada kepentingan dan
hajat hidup masyarakat desa.
Catatan Penutup: Jalan Baru Menuju Desa Mandiri,
Berdaya Saing, dan Berkeadilan secara Berkesinambungan
Pembangunan desa bukan
hanya soal membangun infrastruktur fisik, tetapi juga membangun manusia,
masyarakat, dan masa depan secara berkesinambungan. Model Pembangunan Desa yang
menekankan sinergi implementasi ideologi sosial dan ekonomi berupa modal
sosial, kapitalisme, dan liberalisme merupakan jalan baru yang menjanjikan
keberhasilan untuk menciptakan desa yang mandiri, berdaya saing, dan
berkeadilan secara berkesinambungan.
Kini saatnya kita
melangkah bersama menuju paradigma pembangunan desa berbasis sinergi inklusif,
di mana tradisi luhur, kekuatan pasar, dan kebebasan individu berpadu secara
selaras untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik, dimulai dari
desa. Membangun desa berarti membangun Indonesia.
***
Jalan setapak Beitara-Kateri