Kita terbiasa melihat
highlight reel kehidupan orang lain, yang seringkali membuat kita merasa
insecure dan mempertanyakan nilai diri sendiri. Namun, pernahkah kita
merenungkan apa yang sebenarnya terjadi di balik layar kesempurnaan ini?
Ilusi kendali dan Validasi Eksternal
Media sosial memberi
kita ilusi kendali penuh atas citra diri. Kita bisa memilih foto terbaik,
mengeditnya hingga sempurna, dan menyusun kata-kata yang paling menarik. Kita
menjadi sutradara kehidupan kita sendiri, menciptakan narasi yang mungkin jauh
berbeda dari realita.
ironisnya, di saat yang
sama, kita juga menjadi budak validasi eksternal. Jumlah likes, komentar, dan
followers menjadi tolak ukur harga diri. Kita terus menerus mencari pengakuan
dari orang lain, seolah-olah tanpa validasi tersebut, eksistensi kita tidak
berarti.
Kehilangan Autentisitas dan Empati
Ketika kita terlalu
fokus pada citra diri yang sempurna, kita beresiko kehilangan autentisitas.
Kita takut menunjukkan kelemahan dan kekurangan, karena takut dihakimi atau
ditolak. Kita memakai topeng, berpura-pura menjadi orang lain demi memenuhi
ekspetasi yang tidak realistis.
Lebih jauh lagi, kita
juga bisa kehilangan empati. Terlalu sibuk membandingkan diri dengan orang lain
membuat kita lupa bahwa setiap orang memiliki perjuangannynya masing-masing.
Kita menjadi kurang perhatian terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain, karena
terlalu fokus pada diri sendiri.
Kembali ke Akar Kemanusiaan
Lalu, apa yang bisa
kita lakukan? Bagaimana caranya agar kita tidak terjebak dalam ilusi
kesempurnaan media sosial?
Sadar dan kritis:
Mulailah dengan menyadari bahwa apa yang kita lihat di media sosial hanyalah
sebagian kecil dari realita. Jangan mudah percaya pada kesempurnaan yang
ditampilkan.
Fokus
pada Diri Sendiri: Alihkan
perhatian dari membandingkan diri dengan orang lain, dan fokuslah pada
pengembangan diri. Kenali kekuatan dan kelemahan diri, dan berusahalah untuk
menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Batasi
Penggunaan Media Sosial: Tentukan
batasan waktu yang jelas untuk penggunaan media sosial. Gunakan waktu luang
untuk melakukan hal-hal yang benar-benar bermanfaat, seperti membaca buku,
berolahraga, atau menghabiskan waktu bersama keluarga.
Media sosial bisa
menjadi alat yang bermanfaat jika digunakan dengan bijak. Namun, kita harus
selalu ingat bahwa kehidupan yang sebenarnya ada di dunia nyata, bukan di layar
ponsel. Mari kembali ke akar kemanusiaan kita, dengan menjadi lebih autentik,
empatik, dan peduli terhadap sesama.