PASUNG - Seorang istri sakit jiwa dan dipasung di dalam kamarnya di salah kampung di Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Jumat, (7/6/2024). |
Hujan deras mengguyur
wilayah Manggarai Barat khususnya di Kecamatan Welak pada Jumat (7/6/2024).
Dikutip dari Kompas.Com
Selasa 18 Juni 2024, kondisi tersebut tak boleh
menghalangi rencana liputan untuk melihat dari dekat keadaan sebuah keluarga
yang sudah cukup lama hidup dalam penderitaan.
Menggunakan mobil,
Kompas.com dan rombongan menerobos derasnya hujan malam itu.
Kami berangkat
dari Kampung Weto, Desa Galang, melintasi jalan mendaki yang aspalnya sudah
terkelupas dan hanya tinggal bebatuan.
Saat ini jalan raya
antardesa itu sedang digusur untuk pelebaran serta diperbaiki dengan hotmix.
Sebelumnya, kami sudah
mendapatkan informasi dari warga setempat serta koordinator Relawan Kelompok
Kasih Insanis (KKI) Peduli Sehat Jiwa Manggarai Barat, Kristotamus, soal
kondisi keluarga yang akan dituju.
Kepala keluarga
tersebut menderita stroke. Dalam kondisi tersebut, dia harus menjaga istrinya
yang dipasung.
Kompas.com diajak
seorang imam Katolik yang berkarya pada pelayanan karitatif bagi pemulihan
orang sakit jiwa serta edukasi, advokasi dan pendampingan orang dengan gangguan
jiwa (ODGJ) di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Aventinus Saur SVD.
Kepala keluarga
tersebut bernama Nikolaus Nepon. Sosok 64 tahun asal Kampung Orong, Desa Orong,
Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, NTT ini harus berjuang keras
mengurus keluarganya.
Penderita sakit stroke
ini harus merawat istrinya yang mengalami
gangguan jiwa dan dipasung di kamar keluarga.
Nepon baru pulang dari
perawatan sakitnya di RSUD Ben Mboi Ruteng. Selain merawat istrinya yang
dipasung, ia juga merawat 6 anaknya yang tinggal dalam satu rumah.
Bahkan, beberapa
anaknya pun diduga menderita gangguan jiwa.
Nepon menceritakan
kegetiran dan perjuangannya. Apalagi, dia pun harus berpikir bagaimana
membiayai pendidikan dua anaknya yang masuk SMA tahun ini dan adiknya masuk
SMP.
“Saya tidak bisa
bekerja lagi apalagi sedang sakit stroke. Saya pulang perawatan dari Rumah
Sakit Umum Daerah Ben Mboi Ruteng."
"Saya seorang
petani yang tidak memiliki penghasilan tetap. Saya tidak bisa bekerja lagi
untuk menghasilkan uang," ujarnya pada Jumat malam.
Nepon menambahkan,
selama ini mereka mengandalkan tetangga yang memberikan beras. Kebetulan,
tetangga tersebut merupakan anak kakak kandung Nepon.
Ia pun masih bisa
sedikit bernapas lega karena keponakannya sangat perhatian. Sang keponakan yang
merawat istrinya dan sesekali masak untuk makan pagi, siang dan malam.
Kenyataan yang dihadapi
membuat Nepon hanya bisa pasrah walaupun mendapat bantuan dari Program Keluarga
Harapan (PKH).
"Untuk biaya hidup
tidak cukup. Tapi untuk berobat ada BPJS sehingga bisa biaya perawatan selama
dirawat di RSUD Ben Mboi Ruteng," ungkapnya.
“Belaskasihan tetangga
sangat membantu kehidupan keluarga kami selama ini,” ceritanya.
KCM, anak bungsu Nepon
menceritakan, saat ayahnya sakit stroke dan dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Ben Mboi Ruteng, ia yang menjaga mamanya.
“Biasanya sebelum saya
pergi sekolah dan pulang sekolah, saya bantu ayah untuk masak dan merawat mama.
Saya juga dibantu oleh kakak saya."
"Saya baru tamat
sekolah dasar dan kakak saya tamat SMP. Saya mau daftar di SMP dan kakak saya
mau daftar di SMA."
"Tapi, ayah dan
mama kami sakit sehingga kami tidak memiliki biaya untuk bayar uang sekolah
nanti,” ceritanya.
Sebagaimana dilihat langsung
Kompas.com, kondisi rumah dan bagian dapur tampak kotor karena tidak ada yang
membersihkan. Semuanya sedang sakit.
Sementara itu Pater Aventinus Saur SVD mengaku rela menempuh perjalanan sejauh ratusan kilometer demi mengunjungi pasien sakit jiwa.
Sebagai imam Katolik, momen ini termasuk kunjungan pastoral. Apalagi, ia pun
berstatus ketua relawan Kelompok Kasih Insanis (KKI) Peduli Sehat Jiwa NTT.
Sosok yang biasa disapa
Pater Avent ini tinggal di Kabupaten Ende. Jadi, dia harus menempuh jarak
sekitar 500 km serta melintasi 6 Kabupaten di Pulau Flores, NTT, untuk sampai
di tempat tujuan tersebut.
“Saya melakukan
kunjungan pastoral kesehatan jiwa di Pulau Flores. Saya menjumpai pasien sakit
jiwa yang tak terurus dengan baik."
"Saya harus
melihat dari dekat warga yang sakit jiwa yang terpasung di gubuk reyot dan juga
dipasung di dalam rumah keluarga mereka."
"Saya berharap
mereka pulih dengan konsumsi obat secara
rutin,” ungkapnya.