Konsep Desa Sejahtera Mandiri mengandaikan adanya
sebuah konstruksi pemikiran yang menempatkan "Desa" pada posisi
subjek, organisasi sosial yang harus diberi kepercayaan penuh oleh "orang
luar" untuk mengatur dirinya, dengan kekuatan dan modal yang ada pada
dirinya. Konsep "Desa Sejahtera Mandiri? membutuhkan "cara pandang
lain" tentang desa.\
Desa perlu dipandang sebagai entitas sosial
(kolektif) yang memiliki karakter sosiologis, ekonomis, kultural, dan ekologis
yang khas (spesifik) jika dibandingkan misalnya dengan "kota". Cara
pandang ini memandang bahwa desa merupakan tempat di mana kenyamanan,
keharmonisan, kerukunan, kedamaian, dan ketenteraman, terjaga sehingga bukan
harus bersifat stereotipe. Desa merupakan tempat di mana segala bentuk
ketertinggalan berada. Cara pandang etik (orang luar) terhadap desa, dengan
menempatkan kriteria kemajuan (sukses dan sejahtera) atas dasar nilai-nilai
formal material, harus diuji dan disinkronkan dengan cara pandang emik (local view orang desa) yang
memandang nilai-nilai material (materi) bukan segalanya.
Ciri-Ciri dan
Sasaran Desa Sejahtera Mandiri
Secara umum Desa Sejahtera Mandiri dicirikan antara
lain oleh:
1. Kemampuan desa mengurus dirinya sendiri dengan
kekuatan yang dimilikinya;
2. Pemerintah desa memiliki kewenangan dalam
mengatur dan mengelola pembangunan yang didukung oleh kemandirian dalam
perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan pembangunan (desa bisa merencanakan,
menganggarkan, dan melaksanakan pembangunan dan pengawas hasil pembangunan
untuk kesejahteraan warga desanya);
3. Sistem pemerintahan desa menjunjung tinggi
aspirasi dan partisipasi warga desa, termasuk warga miskin, perempuan, kaum
muda, kaum difabel, penyandang masalah sosial, dan warga yang termarginalkan
lainnya;
4. Sumber daya pembangunan dikelola secara optimal
transparan dan akuntabel untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kesejahteraan
sosial seluruh warganya.
Adapun sasaran Desa Sejahtera Mandiri adalah
membaiknya kinerja pembangunan di pedesaan, meningkatnya koordinasi
antar-instansi terkait di semua level pemerintahan dalam pembangunan di
pedesaan, meningkatnya keterlibatan aparat desa dan masyarakat dalam
pembangunan di pedesaan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga
melalui pengembangan usaha produktif di pedesaan, meningkatnya pengelolaan
pembangunan desa secara terpadu berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dasar dan
Instrumen Hukum yang Melandasi Terwujudnya Desa Mandiri dan Sejahtera
Program Pengembangan Desa Sejahtera Mandiri adalah
program dari Kementerian Sosial (kini juga Kementerian
Desa) Republik Indonesia. Program ini di-launching pada tahun 2014
seiring dengan kebijakan Presiden JokoWidodo tentang pembangunan Desa melalui Launching Gerakan Desa,
Gerakan Pembangunan Desa semesta yang diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang
No 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pengembangan model Desa Sejahtera Mandiri
mengakomodir empat dari sembilan prioritas program pembangunan tahun 2015-2019
yang ada pada Nawa Cita. Keempat
program dimaksud meliputi (3) membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan; (5)
meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; (8) melakukan
revolusi karakter bangsa; dan (9) memperteguh kebhinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia.
Arah kebijakan dari program Nawa Cita (3) membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan.
UU Desa merupakan instrumen hukum untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat dan kemandirian desa. Desa di sini adalah: desa dan
desa adat atau yang disebut dengan nama lain, (selanjutnya disebut desa),
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Upaya pemerintah mewujudkan Desa Sejahtera dan
Mandiri merupakan strategi membangun ekonomi pinggiran yang memungkinkan warga
desa dan kelompok masyarakat miskin di desa memperoleh apa yang mereka inginkan
dan perlukan bagi dirinya maupun keluarganya. Strategi ini merupakan upaya
untuk menolong mereka yang mencari dan menggantungkan kehidupan di desa untuk
memperoleh lebih banyak manfaat dari hasil pembangunan.
Beberapa Faktor
Pembangunan Desa Sejahtera Mandiri
Prof. Dr. Rahardjo Adisasmita, M.Ec, dalam bukunya
yang berjudul Pertumbuhan Wilayah dan Wilayah Pertumbuhan mengemukakan
bahwa dalam pembangunan suatu wilayah, termasuk desa terdapat beberapa faktor
penting yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dan
sektor-sektor potensial secara produktif, efisien, dan efektif;
b. Pembangunan infrastruktur dan sarana pembangunan
secara merata ke seluruh bagian wilayah;
c. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM)
sebagai insan pembangunan;
d. Penataan dan pemanfaatan tata ruang pembangunan
secara optimal.
Dalam menentukan strategi pembangunan suatu daerah
maka harus disesuaikan dengan program-program yang akan dilaksanakan. Itulah
sebabnya, strategi yang digunakan oleh satu daerah (atau desa) dengan daerah
(atau desa) lainnya berbeda karena menyesuaikan program dan potensi yang ada.
Menurut Blakely dikutip oleh Mudrajad Kuncoro dalam bukunya yang berjudul Otonomi
dan Pembangunan Daerah, dalam memilih strategi pembangunan daerah harus
memperhatikan tiga aspek yaitu penentuan tujuan dan kriteria, penentuan
kemungkinan-kemungkinan tindakan, dan strategi penyusunan target strategis.
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi yang tepat
dalam pembangunan untuk mewujudkan daerah yang mandiri.
Terdapat sejumlah alternatif yang dapat ditempuh
untuk mewujudkan Desa Sejahtera dan Mandiri sebagai manifestasi UU Nomor 6/2014
tentang Desa, yaitu:
a. Melaksanakan pemetaan potensi desa dan jaringan
pasar yang dapat dikelola untuk menjadi sumber ekonomi desa dan ekonomi
masyarakat;
b. Menerapkan metode pembinaan dan pembimbingan atau
pendampingan langsung untuk melaksanakan percepatan pembangunan dalam aspek
sosial budaya, penguatan kapasitas pemerintah desa dan penataan administrasi
pemerintah desa;
c. Membangun sinergitas antara perencanaan
pembangunan desa dengan perencanaan daerah dan perencanaan nasional;
d. Membangun tata kelola desa menjadi organisasi
modern yang berbasis kultural desa.
Sedangkan menurut Borni Kurniawan dalam Buku 5
Desa Mandiri, Desa Membangun terdapat empat strategi yang dapat dilakukan
untuk mewujudkan Desa Mandiri
a. Membangun kapasitas warga dan organisasi
masyarakat sipil di desa yang kritis dan dinamis. Keduanya merupakan modal
penting bagi desa untuk membangun kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas
warga desa yang nantinya akan menjadi kekuatan penyeimbang atas munculnya
kebijakan publik yang tidak responsif terhadap masyarakat;
b. Memperkuat kapasitas pemerintahan dan interaksi
dinamis antara organisasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Menguatnya kapasitas pemerintah desa tentu tidak hanya tercermin pada kemampuan
teknokratis aparatur desa dalam membuat perencanaan program atau kegiatan
pembangunan. Tetapi, tercermin pula pada peran Badan Permufakatan Desa (BPD)
yang membangun proses perumusan dan pengambilan kebijakan dinamis. Keterpaduan
interaksi yang dinamis antara organisasi warga desa dengan pemerintah desa juga
tercermin dalam berbagai inisiatif lokal lainnya;
c. Membangun sistem perencanaan dan penganggaran
desa yang responsif dan partisipatif. Menuju sebuah desa mandiri dan berdaulat
membutuhkan sistem perencanaan yang terarah ditopang partisipasi warga yang
baik. Sebelum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa lahir, desa telah
mengenal sistem perencanaan pembangunan partisipatif di mana acuan atau
landasan hukumnya waktu itu adalah UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Kewajiban desa membuat perencanaan pembangunan
dipertegas melalui PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa sebagai
regulasi teknis turunan dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tersebut.
d. Membangun kelembagaan ekonomi lokal yang mandiri
dan produktif. Saat ini banyak sekali tumbuh inisiatif desa membangun
keberdayaan ekonomi lokal;
Langkah dan
Strategi Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera
Keberhasilan di bidang ekonomi tidak lepas dari
kemampuan desa membangun perencanaan yang konsisten, partisipatif, dan
disepakati dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa (RPJMDesa atau
Rencana Kerja Pemeritah Desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa).
Keberhasilan pembangunannya dapat dilihat dari pertumbuhan di setiap sektornya.
Untuk melihat seberapa berhasil sebuah pembangunan maka perlu tolok ukur dari
indikator yang telah ditetapkan. Kemandirian suatu desa tidak terlepas dari
tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
Seperti dalam penentuan kesejahteraan keluarga,
BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) menggunakan 23
indikator, yaitu dilihat dari tingkat religisitas, kemandirian, perekonomian,
kondisi rumah, dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan lain sebagainya.
Lebih lengkapnya, dapat dikatakan Desa Sejahtera Mandiri apabila memilki tiga
indeks di dalamnya yaitu indeks ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan
ketahanan ekologi. Setiap indeks memiliki dimensi dan indikatornya
masing-masing.
Mewujudkan Desa Sejahtera perlu langkah-langkah
strategis yang terencana, terarah, dan terukur, sehingga memudahkan monitoring perkembangan
dan kemajuannya. Strategi untuk mewujudkan Desa Sejahtera Mandiri diawali
dengan terbitnya UU Desa, yang memiliki paradigma baru dengan konsep desa membangun.
Konsep desa membangun berarti kekuatan untuk membangun desa bersumber pada
kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Berbeda dengan konsep membangun desa berdasarkan
pengalaman sebelumnya bahwa membangun desa dilakukan dengan menggunakan
kekuatan-kekuatan supra desa. Pengaturan tentang desa berdasarkan UU Nomor 6
Tahun 2014 harus menjadi pemahaman semua kalangan, baik pemerintah desa,
masyarakat, termasuk supra desa itu sendiri. UU Desa memiliki tujuan:
1. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa
yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
2. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum
atas desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
3. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan
budaya masyarakat desa;
4. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi
masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan
bersama;
5. Membentuk pemerintahan desa yang profesional,
efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;
6. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga
masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
7. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat
desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial
sebagai bagian dari ketahanan nasional;
8. Memajukan perekonomian masyarakat desa serta
mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan
9. Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek
pembangunan
Membangun Dengan Pendekatan Partisipatif
Memberikan pemahaman tentang substansi UU Desa
kepada seluruh pemangku kepentingan yang sudah memiliki pemahaman sebelumnya,
tidak mudahlah. Dikarenakan budaya lama sudah tertanam, sementara budaya baru
belum. Untuk itu, perlu upaya-upaya persuasif dengan pendekatan partisipatif.
Pendekatan partisipatif penting dilakukan untuk mendorong masyarakat desa
terlibat aktif dalam perumusan kebijakan pembangunan desa. Pembangunan
partisipatif dilakukan sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas
pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa dengan mengedepankan
kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan.
Membangun keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan
harus dilakukan dengan mengubah paradigma "Membangun Desa" menjadi
"Desa Membangun". Hal ini berarti ada aset desa yang harus digali,
dikembangkan, dan menjadi energi sosial yang sangat bermanfaat bagi masyarakat,
yaitu menumbuhkembangkan budaya dan nilai-nilai sosial desa seperti kegotongroyongan,
kerelawanan, kesetiakawanan, keswadayaan masyarakat.
Pentingnya partisipasi ini didasarkan kepada
pandangan bahwa dengan partisipasi masyarakat maka:
- Lebih banyak hasil kerja yang dicapai;
- Ada nilai dasar yang berarti bagi masyarakat
karena menyangkut harga diri;
- Pelayanan dapat diberikan dengan biaya yang murah;
- Mendorong tanggung jawab sosial dan pekerjaan
dilaksanakan dengan arah yang benar;
- Menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan
yang ada di masyarakat dengan memadukan berbagai keahlian;
- Membebaskan orang dari ketergantungan terhadap
keahlian orang lain;
- Penguatan kelembagaan desa (pemerintah desa, BPD,
dan kelembagaan yang ada di desa lainnya, serta kader pemberdayaan masyarakat)
yaitu dengan memberikan kapasitas dan pemahaman tentang tugas dan tanggung
jawab yang melekat pada setiap kelembagaan desa melalui sosialisasi pemahaman
atas substansi dan tujuan UU Desa dan peraturan pelaksanaannya;
- Mendorong sistem perencanaan dan penganggaran desa
yang responsif, partisipatif, akuntabel, dan transparan;
- Memberikan pemahaman tentang perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa serta
pelayanan publik melalui fasilitasi, pelatihan, dan pendampingan;
- Menyiapkan data dan informasi desa yang digunakan
sebagai acuan bersama perencanaan dan pembangunan desa.
Konsensus Nasional Mewujudkan Desa Sejahtera Mandiri
Mewujudkan Desa Sejahtera Mandiri adalah tujuan yang
ingin dicapai. Diperlukan upaya yang terencana, terarah, dan terukur yang
dilakukan secara bertahap dan sabar. Juga dukungan semua pihak, dengan
menempatkan kekuatan internal desa sebagai faktor utama, dan supra desa sebagai
pendorong.
Desa Sejahtera Mandiri pada akhirnya akan menjadi
pilar utama bagi negara Indonesia yang kuat, maju, dan sejahtera. Dari
penjelasan ini, untuk mewujudkan Desa Sejahtera dan Mandiri dapat ditempuh
melalui berbagai upaya dan strategi agar warga desa dapat menikmati hasil dari
pembangunan dan pengelolaan potensi daerah serta pemberdayaan masyarakat yang
partisipatif untuk mencapai tujuan tersebut.
Berbagai upaya dan strategi lainnya yang lebih riil
telah ditempuh untuk mencapai Desa Sejahtera Mandiri. Strategi membangun
ekonomi desa telah dihasilkan melalui konsensus dari Rembug Nasional yang
digelar Kemdes dengan melibatkan para kepala desa, kepala daerah dan sebanyak
114 LSM dari berbagai daerah.
Konsensus berhasil merumuskan sembilan strategi
untuk membangun desa.
1. Pembaruan agraria dan penataan ruang yang
berkeadilan harus menjadi landasan kebijakan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa;
2. Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
harus berbasis pada keadilan sosial ekologis untuk menjamin keselamatan
masyarakat dan keberlanjutan kawasan pedesaan;
3. Transformasi perekonomian desa harus diwujudkan
melalui lumbung ekonomi desa. Caranya dengan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam produksi, distribusi, dan melindungi sumber daya ekonomi desa.
4. Partisipasi masyarakat yang berkualitas dan peningkatan
kualitas demokrasi desa harus dijaga agar melahirkan kepemimpinan muda desa;
5. Dalam rangka mewujudkan desa inklusi, pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa harus memastikan keterlibatan dan memberikan
manfaat kepada masyarakat miskin, kaum disabilitas, dan kelompok marjinal;
6. Pemerintah dan pemerintah daerah harus
melaksanakan secara konsisten UU Desa melalui pengakuan, pemajuan, dan
perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat, untuk ditingkatkan menjadi desa
adat;
7. Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
harus menjamin akses perempuan desa terhadap sumber daya;
8. Pelayanan publik diselenggarakan dalam rangka
pemenuhan hak-hak dasar masyarakat desa.
9. Untuk memajukan desa dan masyarakat desa,
pemerintah bertanggung jawab terhadap penyediaan dan pemenuhan sistem informasi
desa berbasis teknologi informasi secara merata dan berkeadilan.
Beberapa hal
yang perlu dicermati
1. Kunci sukses untuk membangun ekonomi pinggiran
dalam rangka mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera adalah dengan
mengimplementasikan UU Desa secara konsisten. Selain sebagai instrumen hukum,
UU Desa ini harus menjadi panduan dan pedoman untuk melangkah menentukan
strategi pembangunan suatu daerah;
2. Menurut UU Desa, konsep desa membangun sekarang
berate kekuatan untuk membangun desa bersumber dari kekuatan yang dimiliki oleh
masyarakat desa itu sendiri. Perangkat desa bersama warga desa harus memahami
dan mampu memberdayakan kekuatan potensi desanya;
3. Saat ini, membangun desa yang efektif adalah
melakukan pendekatan partisipatif dengan mengedepankan kebersamaan,
kekeluargaan, kegotongroyongan;
4. Upaya dan strategi untuk mewujudkan Desa Mandiri
Sejahtera harus lebih riil dan berdasarkan konsensus semua warga menikmati
hasil pembangunan hasil pengelolaan potensi daerah dan pemberdayaan masyarakat
yang partisipatif;
5. Pembangunan desa adalah seluruh kegiatan
pembangunan yang berlangsung di desa dan meliputi seluruh aspek kehidupan
masyarakat, dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong
royong. Implisit dalam konsep tersebut terkandung adanya syarat partisipasi
murni masyarakat perdesaan dalam pembangunan sebagai subjek sekaligus sebagai
objek pembangunan itu sendiri;
6. Partisipasi murni harus diartikan bahwa setiap
pelaku ekonomi harus ikut serta dalam setiap tahap pembangunan desa sesuai
dengan latar belakang, kemampuan, atau produktivitasnya dan keahlian
masing-msing dengan dilandasi oleh rasa tanggung jawab dan tenggang rasa untuk
kepentingan bersama. Pembangunan yang berorientasi pada unsur manusianya
berarti pula mempersiapkan manusia untuk ikut aktif dalam proses pembangunan
yang berkesinambungan (sustainable);
7. Upaya dan strategi yang diperlukan untuk
mewujudkan Desa Mandiri Sejahtera antara lain;
a. Keterlibatan aktif kaum muda di setiap proses
pembangunan desa;
b. Dukungan dan pengelolaan dana desa yang
benar-benar transparan dan optimal;
c. Desa harus memiliki multiyears program
desa sejahtera dan mandiri;
d. Desa harus memiliki peluang dan potensi usaha;
e. Kepala desa harus memiliki figur yang mumpuni dan
bertalenta;
f. Desa didukung infrastruktur penunjang yang
memadai;
g. Pengelolaan bumdesa yang optimal dan bermanfaat
bagi warga desa.
Daftar Pustaka
Abe, Alexander. 2005.
Perencanaan Daerah Partisipatif.
Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri.
Adi, Isbandia Rukminto. 2001.
Pemberdayaa, Pengembangan Masyarakat, dan
Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis).
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Borni Kurniawan. Buku 5 Desa Mandiri, Desa Membangun,
(Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi
Republik Indonesia, 2015), hlm. 23-47.
Mudrajad Kuncoro, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi Perencanaan,
Strategi dan Peluang, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004), hlm. 49.
Suryanto, Strategi Akselerasi Mewujudkan Desa Mandiri
sebagai Manifestasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa?, Pusat Kajian
Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Nomor: 003/DKK.PN/2017, (2017), hlm. 2.20