Terutama saat puasa
Ramadhan saat ini. Itu lantaran, dari 31 pegawai yang ada sekira 12 orang
diantaranya merupakan muslim.
Meski bekerja di
lingkungan gereja, mereka tetap menjalankan puasa Ramadhan seperti biasa. Tak
ada pelarangan apapun yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah mulai dari
sholat hingga tadarus Al-Quran. Sikap toleransi beragama pun terbangun erat.
Dari belasan pegawai
muslim di Gereja Santo Laurensius Tangsel itu, salah satunya adalah Firda
Silvina. Dia sudah bekerja hampir dua tahun sebagai petugas kebersihan.
Silvi bercerita
menjalankan puasa di lingkungan gereja sama saja seperti di tempat kerja
lainnya. Justru dia terkesan dengan toleransi yang ada.
"Menjalankan puasa
di sini sama kayak di rumah atau di mana-mana. Di sini tidak ada perbedaan sama
seperti di tempat kerja lain. Bahkan di sini itu toleransi antar agama itu
benar-benar terjaga. Nggak ada larangan apapun. Contohnya seperti saya. Saya
menggunakan hijab dan nggak ada larangan. Hijab ini sebagai tanda bahwa saya
muslim dan bekerja di gereja Katolik ini," katanya.
Silvi dalam waktu
normal bekerja dari sekira pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Sejak adanya
pandemi Covid-19, dia dan para pegawai lainnya bisa pulang lebih awal pukul
14.00 WIB.
Untuk melaksanakan
sholat dan tadarus Al-Quran, dia dan pegawai muslim lainnya diberi ruangan
khusus. Hal itu lantaran tak bisa sembarang tempat di gereja bisa jadikan
tempat sholat.
"Kalau misalnya
aktivitas agama muslim di gereja itu nggak masalah. Kayak kita mau sholat,
ngaji, dan lainnya boleh. Tapi tidak bisa disembarang tempat. Karena kita juga
nggak bisa berdoa kalau ada tanda-tanda (salib) itu di sini. Jadi milih-milih
tempat. Buat sholat kita dikasih satu ruangan khusus. Biasanya itu juga dipakai
sama umat muslim lain yang berkegiatan di gereja. Bersih, nyaman juga,"
papar Silvi.
Silvi menceritakan
awalnya sempat mengalami pergolakan batin. Dia tak menyangka akan bekerja di
sebuah gereja.
Terlebih, ia belum
pernah sama sekali masuk ke dalam gereja dan sehari-hari terbiasa berhijab.
Sehingga, terasa aneh baginya ketika bekerja di tempat ibadah umat lain.
"Awalnya iya ada
perasaan, kayak 'gue nggak pernah ke geraja. Karena tuntutan kerja gue harus
ada di gereja'. Itu awal-awal mungkin sampai tiga bulan. Masih nggak nyangka
dan nggak nyaman sih sebenarnya. Karena di sini berhubungan langsung sama umat
non-muslim," tuturnya.
Silvi juga sempat
mendapat ejekan dari temannya saat awal bekerja di Gereja Santo Laurensius.
Namun ejekan itu tak dipedulikannya. Dia tetap bertahan.
"Kalau dari
keluarga alhamdulillah aman. Dari teman kadang ada usilan-usilan atau ejekan.
Tapi kembali lagi ke saya, saya kerja itu buat diri saya bukan buat mereka. Toh
kalau ikutin apa kata mereka juga, mereka nggak biayain saya," tegasnya.
Cewek berkacamata itu
juga mengaku, saat awal bekerja, hampir semua karyawan yang non-muslin dan umat
yang akan beribadah bertanya lantaran merasa heran memakai hijab tapi bekerja
di gereja.
"Hampir semua pada
nanya, 'Kenapa kamu mau kerja di sini? Padahal pakai kerudung'. Saya jawab,
'karena saya muslim wajar kalau pakai hijab'. Gitu aja. Paling ada pertanyaan
lain 'gimana kamu kerja di sini nyaman atau nggak?' Waktu awal hampir semua pada
nanya," kata Silvi menirukan perkataan orang yang menanyainya.
Seiring berjalannya
waktu, wanita berusia 23 tahun itu akhirnya mulai terbiasa. Mendapat sikap
ramah dari karyawan lain, pastur hingga dewan paroki gereja, membuatnya betah
bekerja.
"Tapi sekarang
sudah nyaman kerja di sini. Karena karyawannya, pasturnya, dewan parokinya,
semuanya. Di sini nggak ada yang beda-bedain kita muslim mereka katolik itu
nggak ada seperti itu. Dari situ akhirnya mulai merasa nyaman," ucapnya
sambil bersyukur.
Sebagai petugas
kebersihan, Silvi bertugas membersihkan seluruh area bagian Gereja Santo
Laurensius yang terbagi dalam tim. Dia pun sudah terbiasa membersihkan altar
ibadah serta patung-patung yang ada di dalam gereja.
Lihat Juga:
Ketika Hidup Bagaikan Bawang Merah
Pemuda-pemudi Jangan Malu Menjadi Petani
Ingin Investasi Kayu Yang Menguntungkan, Cek 5 Pilihan Ini
Pegawai muslim lainnya,
Warsih mengatakan, menjalani puasa Ramadhan di lingkungan gereja tak jauh
berbeda dengan di rumah. Tak ada larangan apapun. Aktivitas sholat dan mengaji
tetap diperbolehkan.
Warsih sudah 7 tahun
bekerja sebagai petugas kebersihan di gereja megah bak istana itu.
"Puasa di gereja biasa
aja, karena emang sudah biasa. Nyaman-nyaman aja," katanya sambil memegang
sapu lidi di halaman gereja.
Senada diungkapkan
pegawai muslim lainnya, Ismail. Pria 50 tahun itu menuturkan, selama Ramadhan,
pihak gereja memaklumi pegawaian yang dilakukan tidak terlalu ekstra.
"Seperti biasa aja
di rumah, dalam lingkungan karyawan juga seperti keluarga, nggak ada perbedaan.
Pihak gereja juga mengerti kita lagi puasa, sampai Romo-nya pun memahami kalau
kita lagi puasa. Dia tak terlalu menekan pegawaian, kerjain aja
semampunya," katanya usai memetik daun kemangi.
Sama seperti Silvi,
saat awal bekerja, Ismail sempat merasa canggung dan bingung. Lantaran
lingkungan kerjanya merupakan tempat ibadah agama lain.
"Awalnya memang
kita bingung. Karena saya muslim bekerja di lingkungan gereja. Saya melakukan
ibadah selana Ramadhan juga bingung, takutnya ada salah paham bahwa masalah
agama dibawa ke lingkungan gereja. Ternyata, nyatanya enggak seperti yang
dibayangkan. Kita sama-sama mengetahui, kalau Ramadhan ya sama-sama
menghargai," ungkapnya yang memakai ikat kepala dari kain sorban itu.
Sementara itu, Wakil
Ketua Dewan Paroki Gereja Katolik Santo Laurensius Tangsel, Fransiskus Hartapa
menuturkan, pihaknya tidak pernah mempersoalkan aktivitas puasa yang dijalankan
pegawai muslim di tempatnya.
"Untuk yang muslim
ya enggak masalah, mereka tetap bisa menjalankan ibadahnya, sholat dan
sebagainya secara bebas. Monggo, itu ibadah masing-masing. Bahkan kita saling
mengingatkan kalau waktunya sholat dan waktu Jumatan pun di suruh
Jumatan," katanya.
Bahkan, kata Hartapa,
menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, biasanya ada beberapa umat yang
membawa bingkisan THR dan memberikan kepada para pegawai muslim di sana.
"Sejak saya di
sini pada 2007, kalau tiga minggu puasa itu biasanya banyak umat yang bawa
bingkisan THR untuk para pegawai. Kalau saya perhatikan setiap tahunnya selalu
begitu, kemungkinan tahun ini juga akan begitu," pungkasnya. *** ikatolik.net